Suara Karya

Perpres RIPK Ditandatangani, UU No 5 Tahun 2017 Akhirnya Dapat ‘Roh-nya’

JAKARTA (Suara Karya): Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 115 Tahun 2024 tentang Rencana Induk Pemajuan Kebudayaan (RIPK) untuk periode 2025-2045 telah ditandatangani Presiden Joko Widodo, pada 10 Oktober 2024.

Perpres RIPK tersebut akan memberi ‘roh’ atas keberadaan Undang-Undang (UU) No 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.

“Hampir 7 tahun Perpres RIPK ini dibahas hingga akhirnya ditandatangani Presiden pada 10 Oktober lalu. Dengan demikian, UU No 5 Tahun 2017 ini sudah tuntas,” kata Dirjen Kebudayaan, Kemdikbudristek, Hilmar Farid dalam taklimat media, di Jakarta, Senin (14/10/24).

Hilmar menjelaskan, Perpres RIPK hadir sebagai respon atas kebutuhan akan dokumen strategis kebudayaan jangka panjang, yang tidak hanya fokus pada pelestarian warisan budaya, tetapi juga pengembangan kebudayaan sebagai penguatan identitas nasional dan kontribusi Indonesia di tingkat global.

Hal ini sejalan dengan amanat Pasal 32 Undang-Undang Dasar 1945, dimana negara bertanggung jawab untuk memajukan kebudayaan nasional.

Selain itu merujuk pada UU No 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan dan Peraturan Pemerintah (PP) No 87 Tahun 2021 tentang pelaksanaannya, yang menekankan pentingnya perencanaan kebudayaan yang terstruktur dan berkelanjutan.

“Kebijakan ini menjadi tonggak penting dalam pembangunan kebudayaan nasional, dengan mengintegrasikan kebudayaan sebagai pilar utama dalam menciptakan Indonesia yang bahagia dan sejahtera,” ucap Hilmar menegaskan.

RIPK menetapkan visi besar, yaitu ‘Indonesia Bahagia Berlandaskan Keanekaragaman Budaya yang Mencerdaskan, Mendamaikan, dan Menyejahterakan’, yang menekankan kebudayaan sebagai aset nasional yang harus dijaga, dikembangkan, dan dimanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat.

“RIPK 2025-2045 bukan hanya melestarikan warisan budaya, tetapi juga memanfaatkan budaya sebagai kekuatan pendorong kesejahteraan masyarakat,” ucapnya.

Visi itu, menurut Hilmar, sangat relevan dengan kebutuhan Indonesia saat ini, dimana interaksi lintas budaya dan pemanfaatan budaya untuk diplomasi internasional menjadi semakin krusial.

RIPK 2025-2045 mengusung tujuh misi utama, yaitu menyediakan ruang bagi keragaman ekspresi budaya serta mendorong interaksi budaya lintas kelompok untuk memperkuat kebudayaan yang inklusif.

Kedua, melindungi dan mengembangkan nilai serta ekspresi budaya tradisional, sehingga kebudayaan nasional terus diperkaya oleh warisan leluhur.

Ketiga, memanfaatkan kekayaan budaya untuk meningkatkan posisi Indonesia di dunia internasional, terutama melalui diplomasi budaya.

Keempat, menggunakan objek Pemajuan Kebudayaan sebagai sarana untuk kesejahteraan masyarakat, terutama melalui pengembangan ekonomi kreatif dan pariwisata berbasis budaya.

Kelima, memajukan kebudayaan yang melindungi keanekaragaman hayati dan memperkuat ekosistem budaya dalam konteks keberlanjutan lingkungan.

Keenam, mendorong reformasi kelembagaan dan penganggaran dalam mendukung Pemajuan Kebudayaan agar lebih efektif dan efisien.

Ketujuh, meningkatkan peran pemerintah sebagai fasilitator dalam Pemajuan Kebudayaan, dengan memberikan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi aktif.

“Perpres RIPK menjadi kerangka penting dalam merumuskan kebijakan kebudayaan dalam 20 tahun ke depan,” kata Hilmar menegaskan.

Salah satu aspek penting dari RIPK adalah penekanan pada tiga arah kebijakan utama dalam Pemajuan Kebudayaan, yaitu mewujudkan jaminan kebebasan masyarakat untuk memelihara dan mengembangkan nilai budayanya secara partisipatif dan inklusif.

Kedua, mewujudkan pengelolaan Objek Pemajuan Kebudayaan dan cagar budaya yang berkelanjutan sebagai landasan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pengaruh kebudayaan Indonesia di dunia internasional.

Ketiga, mewujudkan peningkatan mutu tata kelola pemerintah sebagai fasilitator pemajuan kebudayaan.

Setiap arah kebijakan dijabarkan dalam strategi-strategi konkret yang akan dilaksanakan secara bertahap, termasuk peningkatan pemberian fasilitas bagi komunitas budaya, pengembangan budaya tradisional dalam harmoni dengan budaya modern, serta peningkatan kualitas layanan dan infrastruktur kebudayaan.

RIPK juga akan diimplementasikan melalui Rencana Aksi Nasional (RAN) Pemajuan Kebudayaan yang diperbarui setiap 5 tahun.

Salah satu inovasi penting dalam pelaksanaan kebijakan itu adalah penggunaan Indeks Pembangunan Kebudayaan (IPK) sebagai alat ukur keberhasilan.

Pada 2023, IPK Indonesia mencapai 57,13 poin dan ditargetkan meningkat menjadi 68,15 poin pada tahun 2045.

“Indeks itu menjadi tolak ukur penting dalam menilai sejauh mana kebijakan kebudayaan mampu menjawab tantangan zaman dan kebutuhan masyarakat. Kita optimis target itu bisa dicapai,” ujarnya.

Melalui Perpres Nomor 115 Tahun 2024, pemerintah daerah juga didorong untuk berperan aktif dalam menyusun program kebudayaan yang sejalan dengan kebijakan nasional.

“Partisipasi aktif masyarakat dan komunitas budaya akan menjadi kunci keberhasilan pelaksanaan RIPK ini,” katanya.

Melalui kolaborasi yang erat antara pemerintah, masyarakat, dan seluruh pemangku kepentingan, diharapkan RIPK 2025-2045 dapat mewujudkan kebudayaan sebagai kekuatan pendorong pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan. (Tri Wahyuni)

Related posts