JAKARTA (Suara Karya): BPJS Kesehatan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) Sinergitas Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Kerja sama itu merupakan bagian dari sistem pencegahan korupsi.
Sinergi terkait data dan informasi, BPJS Kesehatan juga mendukung adanya Portal JAGA KPK. Untuk itu, BPJS kesehatan menyerahkan data melalui web service terdiri dari profil Puskesmas, dana kapitasi dan jumlah peserta pada setiap Puskesmas, serta data kepesertaan JKN dan panduan JKN.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti usai penandatanganan MoU dengan KPK, Kamis (18/3/21) menyebut, sinergi sistem pencegahan korupsi dan rencana program dilakukan dengan cara meningkatkan kepatuhan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Selain menerapkan Program Pengendalian Gratifikasi dan manajemen anti suap serta ‘whistleblowing system’.
“Kesepahaman ini juga menjadi acuan dalam program inisiatif antikorupsi, termasuk kegiatan kampanye atau sosialisasi, pendidikan dan pelatihan antikorupsi serta penelitian dan pengembangan,” tutur mantan Wakil Menteri Kesehatan itu.
Diharapkan MoU tersebut dapat memperkokoh upaya pencegahan kecurangan (fraud) dalam pelaksanaan Program JKN-KIS.
“Dalam Program JKN, BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara diberi amanah untuk mengelola dana publik, yaitu Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan. Dana tersebut dipergunakan untuk membiayai pelayanan kesehatan peserta JKN,” ujarnya.
Ditambahkan, dana amanat itulah yang harus dikelola dengan tetap menjaga akuntabilitas, penuh tanggung jawab dan komitmen tinggi dari seluruh jajaran BPJS Kesehatan.
Sementara itu, Direktur Pengawasan, Pemeriksaan dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan, Mundiharno mengungkapkan, selama 6 tahun penyelenggaraan Program JKN, BPJS Kesehatan selalu meraih opini WTP atau Wajar Tanpa Modifikasian (WTM), baik untuk pengelolaan keuangan Dana Jaminan Sosial maupun Dana BPJS.
“BPJS Kesehatan juga berupaya menerapkan prinsip-prinsip Good Governance dalam pengelolaan Program JKN-KIS, termasuk implementasi Kode Etik BPJS Kesehatan di seluruh unit kerja se-Indonesia,” ujar Mundiharno.
Untuk menjaga Good Governance juga dilakukan dengan patuh dan tertib dalam menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
BPJS Kesehatan menjadi salah satu instansi yang tuntas 100 persen dalam LHKPN sebelum masa periode laporan berakhir sejak 2018 hingga 2020. Upaya itu terwujud berkat pengendalian gratifikasi, whistleblowing system serta penanaman nilai integritas sebagai salah satu komponen tata nilai organisasi.
Menurut Mundiharno, sinergi itu diharapkan dapat memperkuat sistem pencegahan kecurangan (fraud) dalam pelaksanaan Program JKN. Keduanya akan menjadi ‘piloting’ atau ‘joint activity’ program pencegahan kecurangan pada area dengan risiko tinggi.
Selain itu, dilakukan pula audit tematik bersama dan pemaparan publik terkait peningkatan awareness fasilitas kesehatan dan stakeholders pada pencegahan dan pengendalian fraud. Diharapkan, KPK dapat berperan sebagai salah satu aparat penegak hukum dan alternatif untuk membantu penyelesaian temuan kasus terindikasi kecurangan.
“Sinergi ini tentunya akan bermanfaat dalam mencegah terjadinya tindak pidana korupsi maupun kecurangan oleh oknum dari pihak manapun dalam Program JKN. Dana Jaminan Sosial dapat dipergunakan secara efektif dan efisien dalam membiayai pelayanan kesehatan peserta,” ujarnya.
Ketua KPK Firly Bahuri menyatakan dukungannya terhadap Program JKN-KIS. Menurutnya korupsi terjadi jika sistem yang dibangun lemah. “Apa yang sudah dicapai selama ini harus ditingkatkan lagi. Karena, tak mudah meraih opini WTP untuk institusi yang tersebar di seluruh Indonesia,” kata Firly.
Keseriusan BPJS Kesehatan dalam mencegah kecurangan dan tindak korupsi mendapat nilai positif dari KPK dalam Aksi Nasional Pencegahan Korupsi. Aksi tersebut dilaksanakan 54 kementerian/lembaga dan dilakukan oleh 34 Provinsi, 508 kabupaten/kota secara nasional.
BPJS Kesehatan mendapat predikat terbaik dengan skor tertinggi sebesar 93,74 persen dalam Program Strategi Nasional Pencegahan Korupsi untuk kategori Kementerian/Lembaga, pada 2020 lalu. (Tri Wahyuni)