JAKARTA (Suara Karya): Indonesia semakin serius dalam mengatasi perubahan iklim. Salah satu upaya lewat sistem perdagangan karbon, yang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) No 98/2021.
Perpres tersebut menetapkan mekanisme perdagangan karbon sebagai bagian dari Nilai Ekonomi Karbon (NEK). Perhitungan itu dikelola Sistem Registrasi Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN PPI).
Dengan demikian, SRN PPI memastikan setiap tahapan perdagangan karbon tercatat secara jelas dan transparan. Sertifikat Pengurangan Emisi yang diterbitkan melalui sistem ini disebut SPE-GRK (Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca).
“Sertifikat ini menunjukkan, suatu proyek telah berhasil mengurangi emisi gas rumah kaca melalui proses yang telah terverifikasi, yaitu Pengukuran, Pelaporan, dan Verifikasi (MRV),” kata Menteri Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, di Jakarta, Selasa (14/1/25).
Setiap sertifikat yang diterbitkan akan dicatat dalam ‘carbon registry’ di SRN PPI. Data itu dapat diakses oleh publik, guna menciptakan pasar karbon yang transparan.
“Transparansi penting, karena perdagangan karbon tak hanya bertujuan untuk mengurangi dampak perubahan iklim, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru bagi Indonesia,” ujarnya.
Lewat perdagangan karbon, Menteri Lingkungan Hidup mengajak pelaku usaha dan masyarakat untuk ambil bagian dalam pengurangan emisi sambil memanfaatkan potensi ekonomi karbon yang ada.
Sebagai bagian dari inisiatif ini, Bursa Karbon yang dikelola Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan mencatat setiap transaksi karbon, baik di pasar domestik maupun internasional.
“Setiap transaksi karbon yang terjadi di pasar karbon, juga tercatat dan dipantau dalam SRN PPI,” tegasnya.
Perdagangan karbon internasional rencananya dimulai pada 20 Januari 2025, dengan 4 proyek besar yang sudah terdaftar, antara lain proyek-proyek pembangkit listrik berbahan bakar gas bumi dan minihidro yang dimiliki PT PLN Indonesia Power dan Nusantara Power.
Proyek-proyek itu akan menghasilkan pengurangan emisi yang dapat diperdagangkan dalam pasar karbon internasional.
“Perdagangan karbon internasional membuka kesempatan bagi Indonesia untuk berkontribusi lebih besar dalam mengatasi perubahan iklim global, sekaligus meningkatkan perekonomian melalui mekanisme harga karbon,” ucapnya.
Langkah ini, menurut Hanif, merupakan bagian dari komitmen Indonesia untuk mencapai target pengurangan emisi yang telah ditetapkan. Selain menciptakan ekonomi yang lebih hijau dan berkelanjutan di masa depan.
Dari data Carbon registry tercatat ada 4 project yang dipersiapkan, antara lain Pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Air Minihidro (PLTM) Gunung Wugul; Pengoperasian Pembangkit Listrik Baru Berbahan Bakar Gas Bumi PLTGU Priok Blok 4 Konversi Dari Pembangkit Single Cycle Menjadi Combined Cycle (Add On) PLTGU Grati Blok 2.
Ketiga proyek tersebut dimiliki PT PLN Indonesia Power. Sedangkan lainnya diperoleh dari kegiatan yang dilakukan Nusantara Power yakni Konversi dari pembangkit single cycle menjadi combined cycle Blok 2 PLN NP UP Muara Tawar, Pengoperasian Pembangkit Listrik Baru Berbahan Bakar Gas Bumi PLTMG Sumbagut 2 Peaker 250 MW. (Tri Wahyuni)