JAKARTA (Suara Karya): Pemerintah akhirnya meluncurkan secara resmi skema perdagangan karbon luar negeri di Bursa Efek Indonesia (BEI), di Jakarta, Senin (20/1/25).
Peluncuran dihadiri Menteri Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (LH/BPLH), Hanif Faisol Nurofiq; Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni; Ketua Dewan Komisioner Otorita Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar; Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Inarno Djajadi.
Selanjutnya Anggota Komisi XII DPR RI, Sugeng Suparwoto; Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu; Wakil Menteri LH/BPLH, Diaz Hendropriyono; Presdir BEI, Iman Rahman, Duta Besar Filandia untuk Indonesia, Pekka Kaihilahti dan tamu lainnya.
Menteri LH/BPLH, Hanif Faisol Nurofiq dalam sambutannya mengatakan, peluncuran skema perdagangan karbon ini menjadi salah satu tonggak sejarah bagi Indonesia dalam upaya memperkuat aksi mitigasi perubahan iklim, sekaligus memanfaatkan peluang ekonomi dari ekosistem karbon.
“Peluncuran ini adalah tindak lanjut dari komitmen Indonesia pada COP 29, sekaligus pembuktian bahwa Artikel 6 Perjanjian Paris dapat diimplementasikan dengan baik,” ucap Hanif menegaskan.
Dengan demikian, lanjut Hanif, Indonesia menegaskan kembali posisinya sebagai pemimpin di kawasan dalam perdagangan karbon luar negeri.
“Langkah ini tak hanya menunjukkan komitmen kita atas lingkungan, tetapi juga peluang ekonomi yang inklusif, transparan dan adil,” katanya.
Lewat sistem yang dibangun, menurut Hanif, Pemerintah memastikan setiap Sertifikat Pengurangan Emisi (SPE) yang dihasilkan adalah sertifikat berintegritas tinggi yang dapat diandalkan di tingkat global.
Indonesia telah mempersiapkan perdagangan karbon luar negeri ini dengan memperkuat elemen-elemen penting dalam ekosistem karbon. Disebut, antara lain, pembentukan Sistem Registri Nasional (SRN) untuk pencatatan yang transparan.
Selain itu, ada Pengukuran, Pelaporan dan Verifikasi (MRV) untuk memastikan akurasi data emisi; Sertifikat Pengurangan Emisi GRK (SPEI GRK); serta Otorisasi dan Corresponding Adjustment (CA) untuk menjamin tidak terjadi double accounting, double payment, atau double claim.
Peluncuran perdagangan karbon mencakup potensi volume hingga 1.780.000 ton CO2e, yang berasal dari proyek-proyek strategis di sektor energi.
Ia mencontohkan Pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Gas Bumi (PLTGU Priok Blok 4); Konversi Pembangkit Single Cycle menjadi Combined Cycle (PLTGU Grati Blok 2); Pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Air Minihidro (PLTM) Gunung Wugul; Pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Gas Bumi (PLTGU PJB Muara Karang Blok 3); dan Konversi Pembangkit Single Cycle menjadi Combined Cycle (Blok 2 PLN NP UP Muara Tawar).
“Perdagangan karbon adalah aksi kolektif. Keberhasilannya bergantung pada kolaborasi semua pihak, yaitu pemerintah, dunia usaha, lembaga keuangan, filantropi, dan masyarakat. Kerja sama yang solid akan mendorong transisi menuju ekonomi hijau yang berkelanjutan,” tuturnya.
Melalui interaksi yang erat antara SRN PPI dan Bursa Karbon di bawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pemerintah menjamin setiap unit karbon yang diperdagangkan telah diotorisasi dengan standar internasional.
Peluncuran itu juga diharapkan menjadi langkah awal menuju percepatan Second Nationally Determined Contributions (NDC) Indonesia, yang akan disampaikan pada Februari 2025.
Kementerian Lingkungan Hidup optimistis, perdagangan karbon akan menjadi salah satu pilar penting dalam upaya Indonesia mencapai target emisi yang ambisius dan berkontribusi pada mitigasi perubahan iklim global. (Tri Wahyuni)