JAKARTA (Suara Karya): Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir akan memanggil rektor perguruan tinggi negeri (PTN) se-Indonesia, terkait masalah radikalisme dan intolereransi yang ternyata masih mengakar dalam kampus.
“Dalam pertemuan yang akan digelar Rabu (16/5) mendatang, kami minta para rektor untuk lebih perhatian pada semua kegiatan mahasiswa dan dosennya,” kata Nasir disela seminar bertajuk World Class University, di Jakarta, Senin (14/5).
Nasir mengakui bukan perkara mudah menghapus radikalisme dalam kampus. Karena apa yang terjadi saat ini merupakan dampak atas kebijakan normalisasi kehidupan kampus pada 1983 lalu. Kemudian tumbuh organisasi mahasiswa semacam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia hingga kelompok Cipayung.
“Akhirnya terjadi homoginity atas kegiatan di kampus. Hal itu tak disadari para rektor kala itu,” ujar Nasir yang pada kesempatan itu menyampaikan rasa bela sungkawa pada korban pemboman di Surabaya.
Ditambahkan, aktivis mahasiswa garis keras itu kemudian ada yang menjadi dosen, bahkan tak sedikit yang mengisi jabatan di kampus. Itu sebabnya faham radikalisme bisa berkembang di kampus. “Dengan posisinya itu, mereka leluasa dalam menebarkan faham radikalisme dalam kampus,” ujarnya.
Karena itu, lanjut Nasir, berbagai upaya telah dilakukan Kemristekdikti untuk menangkal radikalisme, mulai dari program Bela Negara dan Wawasan Kebangsaan maupun safari deklarasi anti radikalisme di kampus belum optimal. Pasalnya, bibit penebar radikalisme dan intoleransi masih bersemayam dalam kampus.
“Jadi yang kita butuhkan sekarang adalah memecat dosen yang menjadi bibit radikalisme. Karena deklarasi saja tak cukup, ada upaya lain harus dilakukan juga yaitu pembersihan dari dalam kampus,” ujarnya.
Nasir mencontohkan, kasus di Institut Teknologi 10 November Surabaya (ITS) yang mana ada 3 dosen dan 1 dekan mendukung organisasi terlarang Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Pihaknya sudah meminta pada rektor ITS bertindak tegas pada mereka yang terbukti menebar radikalisme.
“Saya sudah minta pada rektor ITS untuk memecat 1 dekan dan 3 dosen pendukung HTI. Rektor harus berani menumpas bibit-bibit radikalisme dalam kampusnya,” ujar Nasir. (Tri Wahyuni)