Suara Karya

Pameran Science and Art 8.0: Mengenang Ilmuwan, Pahlawan di Ruang Sepi

JAKARTA (Suara Karya): Sebuah panggung rapsodi yang memadukan sejarah, seni, sains dan teknologi tersaji dalam pameran bertajuk ‘Science and Art 8.0’ (SciArt 8.0) di ruang Sultan Agung, Museum Benteng Vredeburg, Yogyakarta.

Pameran tersebut diinisiasi Direktorat Diseminasi dan Pemanfaatan Sains dan Teknologi, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Kemdiktisaintek) berkolaborasi dengan Kementerian Kebudayaan, dan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI).

Beragam lukisan tokoh-tokoh ilmuwan, baik dari Indonesia maupun dunia seperti karya pelukis Paul Hendro ditampilkan dalam pameran tersebut.

“Kami ingin menghidupkan kembali tradisi ‘Padarman’ dalam wujud modern, sekaligus penghormatan terhadap pemikiran, pengetahuan, dan kontribusi ilmuwan atas kemajuan peradaban sebagai bagian dari narasi kepahlawanan,” kata Direktur Diseminasi dan Pemanfaatan Sains dan Teknologi, Yudi Darma saat membuka acara, Senin (23/6/25).

Yudi Darma menambahkan, banyak negara memiliki tradisi penghormatan terhadap tokoh-tokoh penting mereka sebagai bagian dari sejarah. Selama ini, pahlawan lebih dimaknai sebagai tokoh yang berjuang dalam perang melawan penjajah di masa perjuangan.

“Padahal, ada pahlawan yang berjuang di ruang sepi, yaitu ilmuwan. Mereka berkutat dengan sains dan teknologi dalam laboratorium,” ujarnya.

Menurut sejarawan dari Monash University, Luthfi Adam, sejarah sesungguhnya, ada masanya. Indonesia saat ini masuk ke masa untuk membangun ‘science society’ atau masyarakat ilmu pengetahuan.

“Karena itu, kini saatnya pahlawan ilmu pengetahuan dikenalkan ke masyarakat,” ujarnya.

Masih lemahnya diseminasi sains dan teknologi ke masyarakat diakui Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada (FMIPA UGM), Kuwat Triyana. Ia mengkaitkan kesulitan penyebaran informasi dengan tingkat kompleksitas riset oleh peneliti.

“Ilmuwan masih kesulitan dalam mengkomunikasikan sains ke masyarakat. Semakin rumit, ilmuwan semakin bangga. Hal itu yang membuat komunikasi semakin sulit terbangun,” ungkap Kuwat.

Hal senada dikemukakan Staf Khusus Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi bidang Komunikasi Publik dan Media Massa, Ezki Tri rezeki. Pameran berpotensi penting untuk mengkomunikasikan sains dengan bahasa agar lebih dipahami masyarakat.

Redaktur Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat, Octo Lampito dalam kesempatan yang sama menyatakan, generasi muda dapat memaknai materi publikasi seperti sains secara lebih dalam melalui cara ini.

Lukisan potret menjadi medium baru yang memungkinkan masyarakat bertemu kembali dengan wajah-wajah tokoh masa lalu maupun masa kini. Hal itu membuka ruang kesadaran sebagai bangsa Indonesia, dengan berbagi pengalaman dan nilai yang sama.

Khusus mengenai lukisan potret para ilmuwan, pelukis Paul Hendro mengakui, pameran ini mencoba menyambungkan dunia ilmuwan dengan seniman lukis.

“Selama ini, para ilmuwan tidak tersentuh oleh para pelukis. Kebanyakan yang dikenal pelukis adalah pahlawan perang pejuang kemerdekaan,” ungkap Paul.

Ditambahkan, upaya membangunkan rapsodi seni, sejarah dan saintek sebenarnya telah berlangsung sejak beberapa tahun silam. Pada 2022, lewat gelaran ‘Pekan Wirabangsa’ di Pasar Seni Ancol, Jakarta.

Gelaran tersebut menampilkan pahlawan nasional pilihan negara dan mengajak publik untuk berpikir ulang tentang siapa sebenarnya para pendiri bangsa.

Di tahun yang sama, Paul Hendro menggagas hibah lukisan potret Presiden dan Wakil Presiden kepada Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), sekaligus menandai dimulainya gerakan potret kenegaraan kontemporer.

Pada tahun 2024, digelar pameran ‘Seabad Para Kalangwan’ yang menampilkan tokoh-tokoh sastrawan dan seniman besar seperti Empu Kanwa, Empu Tantular, dan Prapanca.

Menurut sejarawan dari Monash University, Luthfi Adam, sejarah selama ini berfokus pada sejarah perang. Sekarang saatnya untuk mulai memasukkan sejarah tentang riset, sains dan teknologi.

“Penulisan sejarah tidak cukup dilakukan oleh sejarawan. Perlu kontribusi dari ahli dalam bidang ilmu masing-masing, sehingga ada pemahaman antara sejarawan dengan ilmuwan dalam proses yang lebih maju,” imbuh Luthfi.

Ilmuwan yang terpilih adalah para pemikir, inovator, dan penemu yang memberi kontribusi luar biasa pada ilmu pengetahuan, sains, dan teknologi.

Melalui SciArt 8.0, masyarakat diajak untuk mengenali kepahlawanan, yang juga bisa lahir dari ruang laboratorium, ruang kelas dan gagasan.

Menurut Yudi Darma, bangsa yang besar adalah bangsa yang memahami dan meneruskan semangat para pemikirnya.

“Semoga pameran ini bisa menjadi ruang apresiasi atas karya seni dan pemikiran ilmuwan, menjadi titik temu antargenerasi, disiplin ilmu, dan masa lalu dengan masa depan. Kami berharap tumbuh rasa ingin tahu dan kolaborasi-kolaborasi baru,” pungkas Direktur Yudi. (Tri Wahyuni)

Related posts