Suara Karya

Seminar Jalur Rempah jadi Agenda Penutup Festival Budayaw IV di Makassar

JAKARTA (Suara Karya): Seminar tentang jalur rempah menjadi agenda penutupan perhelatan internasional Festival Budayaw IV di Benteng Rotterdam, Makassar, pada 1-5 September 2023.

Festival Budayaw dihadiri delegasi dari 4 negara East ASEAN Growth Area (BIMP-EAGA), yaitu Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Filipina.

“Seminar jalur rempah menjadi pamungkas dalam Festival Budayaw IV karena mengungkap konektivitas, baik dari aspek sejarah maupun kultural dari 4 negara BIMP-EAGA,” kata Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan, Ditjen Kebudayaan, Kemdikbudristek, Irini Dewi Wanti saat menutup Festival, Senin (4/9/23) malam.

Irini berharap, seminar jalur rempah dapat memberi inspirasi bagi masyarakat di 4 negara BIMP-EAGA dalam membangun narasi yang lebih luas tentang Jalur Rempah.

“Ada ketersambungan peradaban, dimana tiap-tiap daerah di Indonesia maupun dunia internasional yang menunjukkan suatu keniscayaan bahwa kita sebenarnya saling beririsan antarbudaya atau saling-silang budaya,” ujarnya.

Seminar menghadirkan 5 narasumber dari negara anggota BIMP-EAGA, yaitu Horst Liebner, Fadly Rahman, Muhammad Ridwan Alimuddin, Dayang Adibah binti Md Jaafar, dan Ed Gibson Benedicta.

Kurator Festival Budayaw IV, Adi Wicaksono mengatakan, sebelum rempah menjadi komoditas penting dalam perdagangan global di era niaga abad ke-15 hingga ke-17, jalur pelayaran bahari sudah terbentuk di kawasan Nusantara, Asia Tenggara, dan belahan dunia yang lain.

“Penyebaran rempah kemudian berkelindan dengan pembentukan jalur pelayaran tersebut. Pemanfaatan rempah juga berlangsung sejak di masa itu,” tuturnya.

Pembicara dari Brunei dan Malaysia, yakni Dayang Adibah binti Md Jaafar dan Ed Gibson Benedicta membahas terbentuknya jalur pelayaran maupun penyebaran rempah sebagai pemicu peradaban dan pembentukan sejarahnya.

Sua pembicara yaitu Horst Liebner dan Muhammad Ridwan Alimuddin membahas sejarah pembentukan jalur pelayaran yang dikaitkan pengembangan teknologi perkapalan di masa itu.

Sementara itu, pembicara Fadly Rahman membahas pemanfaatan rempah dalam berbagai aspek, terutama pada makanan atau khazanah boga dalam kebudayaan di Indonesia.

Festival Budayaw IV ditutup secara resmi usai pementasan seni bertajuk ‘Budayaw Raya’. Delegasi yang hadir tampak menikmati pertunjukkan seni tersebut.

Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan, Ditjen Kebudayaan, Kemdikbudristek, Irini Dewi Wanti menegaskan, budaya juga bisa memberi solusi atas masalah global, isu lingkungan, ketahanan pangan, dan kesejahteraan.

Keragaman budaya dalam Festival Budayaw menekankan pentingnya merawat bumi untuk hidup yang berkelanjutan.

Ram Prapanca sebagai dramaturg pertunjukan ‘Budayaw Raya’ mengatakan, keragaman dalam kebersamaan menjadi titik pijak bagi kehidupan yang berkelanjutan.

“Keragaman bukanlah kutukan, tapi berkah bagi semua orang. Lagipula kebersamaan dalam keragaman itu tidak terwujud begitu saja,” ungkapnya.

Peserta pentas ‘Budayaw Raya’ dilatih penata gerak Ridwan Aco dan Nanang Ruswandi. Serta dibantu asisten Ela Mutiara Jaya Waluya dan Rines Onyxi Tampubolon. Sedangkan penata musik oleh Fattah Tuturilino, lighting Sukma Sillanan & Cua, serta desain grafis oleh Agus Linting.

Festival juga menggelar lokakarya pewarnaan alami dan kuliner, dimama BIMP-EAGA telah merevitalisasi kembali wastra tradisional dan menghidupkan kembali lingkungan dengan keragaman hayati.

“Banyak sumber karbohidrat yang bisa dibudidayakan di negara-negara BIMG-EAGA. Sehingga kita tak lagi tergantung pada beras. Termasuk potensi laut sebagai sumber protein yang luar biasa,” tuturnya.

Festival Budayaw IV menunjukkan seni budaya yang mengajarkan kepada masyarakat di 4 negara pentingnya menghormati keberagaman. Karena sebagai negara serumpun, tentunya memiliki persamaan seni dan budaya.

Ketua Delegasi Filipina, Myra Paz Abubakar, yang Wakil Sekretaris Departemen Pariwisata Filipina, mengutarakan keseruannya mengikuti Festival Budayaw IV.

“Penggunaan bahasa memang menjadi tantangan, namun, sebagai sesama anggota delegasi BIMP-EAGA, kami masih bisa saling mengenal satu sama lain dan berbagi kebudayaan dari negara masing-masing,” ujarnya.

Myra berharap Festival Budayaw V di Filipina pada 2025, para delegasi dapat berkunjung ke objek-objek wisata, termasuk menikmati kulinernya.

“Kami sedang giat menggalakkan ‘Halal Tourism’ di Filipina. Bahkan, Filipina meraih penghargaan sebagai destinasi wisata halal yang ramah muslim. Jadi, kami berharap saudara muslim dapat berkunjung ke Filipina dan merasakan pengalaman ‘Halal Tourism’,” tuturnya.

Sementara itu, Ketua Delegasi Malaysia, Alesia Sion, yang juga Wakil Sekretaris Tetap II, Pemerintah Daerah Sabah, Malaysia menuturkan, Festival Budayaw cocok sekali dilaksanakan di tempat yang bersejarah, seperti Benteng Rotterdam.

Dari Malaysia, seni dan budaya dihadirkan dari dua negeri di Borneo, yaitu Serawak dan Sabah. Selain juga menghadirkan kuliner Pinarasakan Sada, salah satu makanan tradisi etnik dari pedalaman Sabah, yaitunsuku kaum Kadazan Dusun yang memiliki 35 etnik dan 217 sub-etnik. (Tri Wahyuni)

Related posts