Suara Karya

Sumbang 4 Persen APK PT, Dirjen Dikti Beri Apresiasi kepada Rektor UT

JAKARTA (Suara Karya): Dirjen Pendidikan Tinggi (Dikti), Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Kemdiktisainstek), Prof Abdul Haris memberi apresiasi kepada Universitas Terbuka (UT) atas prestasinya dalam meningkatkan Angka Partisipasi Kasar (APK) di Perguruan Tinggi (PT).

“Mahasiswa aktif UT saat ini yang mencapai 671 ribu orang telah menyumbang APK PT sebesar 4 persen, dari total 31 persen. Ini prestasi yang luar biasa,” kata Prof
Haris dalam acara Wisuda UT Periode 1 Wilayah 1 Tahun Akademik 2024/2025, di Kantor UT Pusat, Pondok Cabe, Tangerang Selatan, Selasa (12/11/24).

Wisuda tersebut diikuti sekitar 1.800 wisudawan/wisudawati dari berbagai UT Daerah dari Sabang hingga Merauke, bahkan dari UT Luar Negeri.

Keberadaan UT dinilai Prof Haris sangat strategis, karena memberi kesempatan kepada anak bangsa yang terkendala masalah ekonomi, geografis dan masalah waktu karena harus bekerja.

“Berkat model pembelajaran yang terbuka dan jarak jauh memberi peluang kepada anak bangsa yang terkendala itu bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi,” ujarnya

Apalagi, lanjut Prof Haris, APK perguruan tinggi di Indonesia masih belum terlalu tinggi, sebesar 31 persen. “Perlu kerja keras lagi bagaimana meningkatkan APK PT kita hingga 47 persen untuk mewujudkan Indonesia Emas pada 2045,” tuturnya.

Prof Haris mengakui kontribusi UT dalam meningkatkan APK PT di Tanah Air. Namun, peran besar itu harus diimbangi dengan rasio sumber daya yang ada dan standar kualitas. Agar lulusannya mampu bersaing di dunia kerja.

“Mari kita jadikan Indonesia Emas 2045, bukan Indonesia Cemas,” ujar Prof Haris berkelakar.

Dirjen Dikti mengaku kagum mendengar jumlah alumni UT saat ini mencapai 2 juta orang. Ia membandingkan dengan kampus tertua di Indonesia, UI yang baru memiliki 500 ribu alumni.

“Melihat peran besar UT dalam sistem pendidikan Tinggi di Indonesia, saya berharap UT terus melahirkam inovasi dalam pembelajaran jarak jauh agar lulusanya relevan dengan perkembangan zaman,” kata Prof Haris menandaskan.

Terkait hal itu, Rektor UT Prof Ojat Darojat mengatakan, pihaknya selalu mengedepankan kualitas dalam pembelajaran. Peningkatan mahasiswa dibarengi dengan integritas.

“Meski UT memiliki target 1 juta mahasiswa pada 2025, tapi tidak dilakukan secara membabi buta. Kami punya yang namanya kewibawaan akademik. Program pendidikan yang ditawarkan kami garap secara serius. Pembuatan modul melibatkan content expert, yang memang ahlinya dalam pendidikan jarak jauh,” tutur Prof Ojat.

Seluruh program, lanjut Prof Ojat, memperhatikan kaedah-kaedah mutu yang diterapkan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BANPT) dan Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM), termasuk juga standar mutu yang diterapkan oleh kementerian.

“Kami juga mengadopsi Quality Assurance Framework ASEAN, Association of Open Universities. Sistem skema penjaminan mutu yang diterapkan asosiasi pendidikan jarak jauh Asia, karena mahasiswa UT ada di 56 negara. Karena itu standarnya harus global,” ucapnya.

Prof Ojat mengaku bersyukur karena pembelajaran UT di luar negeri banyak dibantu diaspora Indonesia yang ada di negara tersebut. Mereka membantu mahasiswa dalam tutorial dan lainnya, sehingga perkuliahan berjalan lancar.

Ia juga menyebut lulusan UT memiliki kualitas yang tak kalah dibanding kampus konvensional (tatap muka). Hal itu terlihat pada proses penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) tahun 2019, dimana 30 persen peserta yang lolos tes adalah lulusan UT.

“Informasi ini saya peroleh dari Badan Kepegawaian Negara, dari 3 ribu peserta yang diterima dalam seleksi CPNS tahun 2019, lulusan UT terbanyak sekitar 30 persen. Ini prestasi yang membanggakan,” tuturnya.

Ditambahkan, peringkat pertama yang lolos seleksi CPNS 2019 adalah alumni UT sebanyak 9.436. Posisi kedua ditempati alumni UGM sekitar 3 ribu orang dan alumni Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) sekitar 3 ribu orang. Sisanya dari berbagai perguruan tinggi.

“Lewat keberhasilan ini, kami berharap UT bisa menjadi pilihan generasi muda Indonesia yang ingin kuliah, tapi terkendala oleh waktu, tempat dan biaya,” ucap Prof Ojat menandaskan. (Tri Wahyuni)

Related posts