JAKARTA (Suara Karya): Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI) Adaptif berbasis daring kini menjadi indikator penting untuk mengukur kemahiran seseorang dalam berbahasa Indonesia, baik di satuan pendidikan dan perguruan tinggi, maupun instansi-instansi lain.
“Sertifikat UKBI saat ini telah menjadi salah satu syarat dalam pengisian jabatan pada beberapa lembaga tertentu, seperti jabatan fungsional Widyabasa dan Penerjemah,” kata Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), Hafidz Muksin, di Jakarta, Senin (24/3/25).
Pernyataan tersebut disampaikan Hafidz Muksin dalam pelaksanaan UKBI Adaptif yang diikuti 40 wartawan dari berbagai media di Indonesia.
Hadir dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemdikdasmen), Suharti; Staf Khusus Mendikdasmen Bidang Media, Ma’ruf El Rumi; dan Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat (BKHM) Kemdikdasmen, Anang Ristanto.
Hafidz Muksin menambahkan,
60 perguruan tinggi di Indonesia juga menggunakan UKBI Adaptif sebagai syarat kelulusan mahasiswa.
“UKBI Adaptif juga dimanfaatkan sebagai syarat dalam pendaftaran Beasiswa Unggulan dan peningkatan literasi pada Program Sekolah Menengah Kejuruan Pusat Keunggulan (SMK PK),” ungkapnya.
UKBI Adaptif dilaksanakan melalui laman ukbi.kemendikdasmen.go.id. Sistem itu mempermudah akses bagi peserta yang berada di berbagai lokasi.
Hingga saat ini, jumlah peserta UKBI Adaptif telah mencapai 1 juta orang. Angka itu termasuk 534 warga negara asing (WNA) dari 68 negara yang mengikuti UKBI Adaptif dari negaranya masing-masing.
“Kami sangat bangga atas capaian ini. Hal itu menandakan UKBI telah menjadi indikator penting untuk mengukur kemahiran seseorang dalam berbahasa Indonesia, baik sscara lisan maupun tertulis,” tuturnya.
Hingga saat ini, UKBI Adaptif telah diterapkan di 38 provinsi dan 500 kabupaten/kota di Indonesia. Provinsi dengan jumlah peserta UKBI tertinggi adalah Jawa Timur dengan 151.249 peserta.
Sementara itu, pada tingkat kabupaten/kota, yang tertinggi adalah Kabupaten Sidoarjo (19.649 peserta) dan Kota Jakarta Selatan (25.898 peserta).
“UKBI menjadi salah satu upaya untuk menjaga kedaulatan bahasa Indonesia. Diharapkan jumlah peserta UKBI dapat terus ditingkatkan, terutama di satuan pendidikan,” pungkas Hafidz.
Menariknya, beberapa pemelajar Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) juga ikut dalam kegiatan pelaksanaan UKBI. Diantaranya, Noha Gharib Ahmed, pemelajar BIPA asal Mesir.
Noha menyatakan, UKBI menjadi bukti kemahiran bahasa Indonesia bagi mahasiswa asing yang ingin belajar di Indonesia.
“UKBI sangat penting bagi mahasiswa asing yang akan ke Indonesia. Sertifikat ini menjadi bukti bahwa mereka sudah bisa berbahasa Indonesia dan kuliah di Indonesia, tak cukup hanya TOEFL sebagai syarat lulus.
“Mereka nantinya juga akan menjadi duta Indonesia di negaranya masing-masing,” kata Noha.
Hal senada juga disampaikan Maram Alarnab dari Suriah. Ia mendorong teman-teman penutur asingnya untuk mengikuti pelaksanaan UKBI. Sertifikat UKBI bisa digunakan untuk mencari pekerjaan di Indonesia.
Sebagai informasi, UKBI terdiri atas lima seksi, yaitu mendengarkan, merespons kaidah, membaca, menulis, dan berbicara.
Adapun pemeringkatan hasil UKBI Adaptif ini terdiri dari Istimewa dengan skor 725-800; Sangat Unggul dengan skor 641-724; Unggul dengan skor 578-640; Madya dengan skor 482-577; Semenjana dengan skor 405- 481; Marginal dengan skor 326-404; dan Terbatas dengan skor 251- 325. (Tri Wahyuni)