JAKARTA (Suara Karya): Praktik kehidupan berbangsa dan bernegara haruslah didasarkan pada Pancasila dan UUD 1945 yang menjadi pemersatu dan pengikat warga negara Indonesia. Dalam kaitan itu pula, semua warga negara wajib mensukseskan agenda demokrasi Pemilihan Umum 2019.
Penegasan itu disampaikan Kasubdit Implementasi Kebijakan Politik Ditjen Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Bangun Sitohang saat menjadi pembicara dalam acara dialog politik dan pendidikan politik yang bertema Sukses Agenda Demokrasi Pemilu Serentak Tahun 2019 di Jakarta, Kamis (24/5).
Dalam acara yang dibuka Direktur Politik Dalam Negeri Ditjen Polpum Kemendagri Dr Bahtiar dan Kasubdit Pendidikan Etika dan Budaya Politik Ditjen Polpum Kemendagri Cahyo Irawan itu, Bangun Sihotang mengingatkan komitmen semua pihak terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berlandaskan UUD 1945 dan Pancasila.
“Cara berpikir dan bersikap kita sebagai warga negara harus didasarkan pada NKRI, UUD 1945 dan Pancasila sebagai pemersatu. Selama wilayah itu berada di NKRI, kita tidak perlu berkunjung menggunakan paspor. Kita datang ke Papua, tidak usah gunakan paspor. Tapi, kalau ke Timor Leste harus pakai paspor karena Timor Leste bukan lagi bagian NKRI,” ujarnya.
Meski berlandaskan NKRI, namun Bangun Sihotang juga mengingatkan ada empat provinsi yang memiliki kekhususan sendiri seperti tercermin dalam undang-undang pembentukannya yakni DKI Jakarta, Yogyakarta, Papua dan Papua Barat serta Aceh.
“Berdasarkan undang-undangnya, calon gubernur di Aceh harus lah bisa baca Alquran dan diterapkan syariat Islam di sana. Sementara di Papua hanya orang asli Papua yang boleh menjadi gubernur, di Yogyakarta gubernur adalah dari keluarga Sultan. Sementara di Jakarta, gubernur yang terpilih harus menang dalam pilkada dengan perolehan suara 50 persen plus satu,” kata Bangun Sihotang.
Aturan perundang-undang seperti inilah, kata Bangun Sihotang, yang harus dipahami oleh semua warga negara Indonesia. “Jadi, di luar Provinsi Aceh, tidak boleh ada peraturan yang berdasarkan Syariat Islam atau gubernur harus bisa baca Alquran. Contoh lain, dalam pilkada DKI, siapa pun bisa jadi gubernur dan wagub asalkan menang 50 persen plus satu, jadi Ahok dulu bisa jadi gubernur bukan karena dia China atau Kristen,” ujarnya.
Bangun Sihotang mengingatkan pentingnya pemahaman dalam berdemokrasi yang didasarkan pada peraturan dan undang-undang yang berlaku.
“Kita harus mensukseskan agenda demokrasi khususnya pelaksanaan Pemilu 2019 yang berlangsung serentak memilih presiden, wapres, anggota DPR, DPD dan DPRD. Siapa pun nanti yang terpilih dalam pemilu dan pilpres harus kita dukung. Jangan sudah pemilu dan pilpres, lantas mau diprovokasi supaya jangan dukung si A atau si B. Itu mencederai praktik demokrasi kita,” katanya. (Victor AS)