JAKARTA (Suara Karya): Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) berkolaborasi dengan Komunitas Film Bogor menggelar pameran bertajuk BRWA Exhibition 2025 di Gedung RRI Jakarta, Jakarta Pusat, pada Senin (17/3/2025). Acara yang mengusung tema “Mengabadikan Jejak dan Menggerakkan Aksi” ini bertujuan untuk memperkuat kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan organisasi masyarakat sipil dalam menyusun kebudayaan masyarakat adat.
Ketua pelaksana BRWA Exhibition 2025, Ariya Dwi Cahya, mengatakan bahwa kegiatan ini merupakan langkah untuk meningkatkan pemahaman publik mengenai isu-isu masyarakat adat. “Kegiatan ini diselenggarakan atas dasar keinginan untuk menggerakkan publik agar dapat memahami lebih dalam, dan mengetahui isu masyarakat adat lebih luas lagi,” ujar Ariya.
Ariya menambahkan, setiap tanggal 17 Maret, yang diperingati sebagai momen kebangkitan masyarakat adat, BRWA menyerahkan peta wilayah adat dan infografis status pengakuan wilayah adat kepada pemerintah pusat sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan.
Salah satu sorotan utama dalam acara ini adalah pemutaran film berjudul Harmoni di Lembah Grime karya Dara Bunga Rembulan dari Institut Seni Budaya Indonesia Bandung. Film ini mengisahkan hubungan erat antara masyarakat adat dengan alam, mencakup aspek tanah, adat, budaya, dan keberlanjutan ekonomi mereka. “Film ini menunjukkan bagaimana masyarakat adat menjaga keharmonisan dengan lingkungannya,” jelas Dara.
Selain pemutaran film, BRWA Exhibition 2025 juga menggelar lomba foto yang berhasil menarik perhatian sekitar 420 peserta. Dari hasil penjurian, terpilih 20 foto terbaik dan favorit yang kemudian disaring hingga tiga pemenang utama. “Dari 20 foto itu dikurasi oleh juri dan akhirnya ada tiga yang akan jadi pemenang,” tambah Ariya.
Sebagai informasi, BRWA merupakan lembaga yang bertugas meregistrasi wilayah adat di seluruh Indonesia. Didirikan pada tahun 2010, BRWA merupakan hasil inisiatif sejumlah organisasi, termasuk Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP), Forest Watch Indonesia (FWI), Konsorsium Pendukung Sistem Hutan Kerakyatan (KPSHK), dan Sawit Watch (SW).
Kehadiran BRWA menjadi langkah penting untuk mengatasi kurangnya dokumentasi peta dan data sosial masyarakat adat yang selama ini menjadi hambatan dalam upaya pengakuan serta perlindungan hak-hak mereka.
Dengan adanya pameran ini, diharapkan kesadaran masyarakat terhadap isu-isu masyarakat adat semakin meningkat, sehingga mendukung langkah-langkah strategis untuk melindungi hak-hak mereka di masa mendatang. (Boy)