JAKARTA (Suara Karya): Perguruan tinggi diminta untuk mulai mendata nomor ponsel (telepon seluler) dan akun media sosial (medsos) mahasiswanya. Hal itu sebagai antisipasi menangkal radikalisme dalam kampus.
“Ketentuan ini tak hanya berlaku bagi mahasiswa, tetapi juga karyawan dan dosen,” kata Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir, melalui siaran persnya yang diterima Suara Karya di Jakarta, Kamis (7/6).
Data itu, lanjut Nasir, untuk memantau jejak digital mahasiswa, dosen maupun karyawan. Jika terbukti terpapar paham radikalisme, mereka diminta untuk kembali ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Kami akan bekerja sama Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan juga Badan Intelejen Negara (BIN) dalam pendataan itu,” ujarnya.
Menristekdikti menambahkan, paparan radikalisme tak hanya terjadi di perguruan tinggi, tetapi mulai dari sekolah dasar hingga menengah. Hal itu terbukti dari fakta di lapangan ada sejumlah siswa SMP yang memberi kue pada pelaku teroris di Mako Brimob.
“Jadi potensi terpapar radikalisme itu tak hanya pada mahasiswa, tetapi juha siswa di sekolah,” ujarnya.
Nasir juga meminta orangtua untuk ikut membantu melakukan pengawasan terhadap anaknya. Karena lingkungan pergaulan di kampus bebas sekali. “Bimbingan dari orangtua bisa menjadi benteng bagi anak terpapar radikalisme,” katanya.
Nasir menambahkan, pihaknya akan memanggil seluruh rektor perguruan tinggi negeri (PTN) pada 25 Juni mendatang terkait radikalisme. Hal itu dilakukan agar peristiwa penangkapan teroris di kampus Universitas Riau (Unri) tak terjadi lagi.
Seperti diberikan sebelumnya, Densus 88 Antiteror Polri meringkus terduga teroris berinisial MNZ (33) di area kampus Unri. Barang yang diamankan berupa 2 bom pipa besi, bahan peledak jenis TATP siap pakai, bahan peledak lain, yakni pupuk KN03, sulfur, gula dan arang.
Selain itu, tim Densus 88 menemukan 2 busur panah dan 8 anak panah. Ada pula satu pucuk senapan angin dan satu buah granat tangan rakitan.
Penangkapan MNZ merupakan pengembangan atas keterangan dua orang terduga teroris yang diringkus sebelumnya, yakni berinisial RB alias D dan OS alias K. Keduanya merupakan mantan mahasiswa di univesitas yang sama dengan pelaku.
MNZ memiliki kemampuan untuk merakit bom TATP. Ia juga membagi keahliannya tersebut di tautan grup media sosial. (Tri Wahyuni)