JAKARTA (Suara Karya): Lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan negara (rutan) di Indonesia, dinilai belum memiliki konsep pembinaan bagi para narapidana. Karena itu, pemerintah diminta membuat serta merumuskan regulasi terkait pembinaan dan fasilitas narapidana.
Pernyataan tersebut, dikemukakan anggota Komisi III DPR, Agun Gunandjar, dalam keterangan tertulisnya, kepada wartawan, minggu (29/7).
Dia mengatakan hal itu, saat berdialog dengan jajaran sipir dan warga binaan kasus korupsi, di Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, Sabtu (28/7).
“Lembaga pemasyarakatan (lapas) maupun rumah tahanan negara (rutan) di Indonesia belum memiliki konsep pembinaan bagi para narapidana. Seharusnya, lapas maupun rutan menjadi tempat pembinaan narapidana,” ujar politisi Partai Golkar ini.
Agun ikut dalam rombongan Komisi III DPR yang mengunjungi Lapas Sukamiskin. Kunjungan itu dipimpian Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah.
Selain Agun, sejumlah anggota Komisi III DPR yang ikut dalam kunjungan itu adalah Masinton Pasaribu, Arteria Dahlan, Dosi Iskandar dan Abdulah Toha. Rombongan diterima oleh Kakanwil Kumham Jabar Ibnu Chaldun dan kepala baru di Lapas Sukamiskin.
Dalam dialog yang dipimpin Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah itu, Agun mengaku telah berkeliling ke sejumlah lapas. Politikus Partai Golkar itu mengaku tidak menemukan adanya upaya pembinaan yang jelas bagi para tahanan terutama koruptor.
“Bahwa orang dihukum itu memang untuk dibina. Seharusnya sarana prasarana pembinaannya harus dipenuhi. Saya tanya kegiatan Anda (napi Sukamiskin, red) apa? Engak ada. Belum ada konsep pembinaan terhadap warga binaan korupsi,” kata dia.
Agun menambahkan, pemerintah sudah seharusnya membuat serta merumuskan regulasi terkait pembinaan dan fasilitas napi. Namun, hal itu juga harus didasarkan pada kategori binaan.
“Narapidana umum dengan narapidana korupsi, terorisme, maupun narkotika harus berbeda regulasinya,” ujarnya. (Sugandi)