JAKARTA (Suara Karya): Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan terus memperkuat Tim Kendali Mutu Kendali Biaya (KMKB) untuk mengendalikan biaya dalam pelayanan kesehatan. Terutama persalinan caesar yang mencapai besaran 36 persen dari total prosedur persalinan.
“Padahal, badan kesehatan dunia WHO merekomendasikan kasus operasi caesar sekitar 10-15 persen. Pengeluaran hingga 36 persen itu terlalu besar. Karena itu, butuh perhatian kita bersama,” kata Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kesehatan, Maya Amiarny Rusady dalam Pertemuan Nasional II TKMKB Tahun 2020, Selasa (1/9/20).
Maya menjelaskan, pembiayaan Program JKN-KIS mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Dari Rp42,7 triliun pada 2014 kemudian bertambah menjadi Rp108,7 triliun pada 2019. Peningkatan pengeluaran dana terbesar datang dari persalinan caesar.
“Pada 2019, ada 608.994 prosedur operasi caesar di rumah sakit dan 1.066.559 persalinan normal di Fasilitas Kesehatan Tahap Pertama (FKTP). Jika ditotal, ada sekitar 36 persen prosedur persalinan caesar dari total 1.675.553 prosedur persalinan,” ujarnya.
Merujuk pada fakta tersebut, Maya berharap ada pedoman/kriteria dalam menentukan tindakan operasi caesar agar dapat dilakukan ‘utilization review’ dan audit medis saat menggunakan instrumen tersebut.
Upaya pengendalian angka persalinan caesar, menurut Maya, dilakukan dengan cara menerapkan sistem kendali mutu pelayanan jaminan kesehatan. Sistem itu meliputi pemenuhan standar mutu fasilitas kesehatan, memastikan proses pelayanan kesehatan berjalan sesuai standar, serta pemantauan terhadap luaran kesehatan peserta.
“Sistem itu sangat penting, karena hampir 80 persen pengeluaran biaya dalam JKN-KIS terserap untuk biaya pelayanan kesehatan di rumah sakit. Sedangkan sisanya 20 persen untuk pembiayan di FKTP,” tuturnya.
Maya menyebutkan, Tim KMKB beranggotakan organisasi profesi, pakar klinis dan akademisi yang ahli di berbagai bidang ilmu. Keberadaan tim diharapkan dapat menjadi pihak yang independen. Selain menjadi wadah komunikasi dan konsultasi para pemangku kepentingan, baik fasilitas kesehatan, pemerintah maupun BPJS Kesehatan.
“Tim KMKB akan memastikan pelayanan kesehatan yang diterima peserta JKN-KIS sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” katanya.
Sementara itu, Ketua Tim KMKB Pusat, Adang Bachtiar mengatakan, tingginya angka persalinan caesar karena kurang terkontrolnya rujukan dari FKTP ke rumah sakit. Padahal, BPJS Kesehatan telah memberi rujukan non spesialistik, yakni dari FKTP ke jejaringnya seperti bidan.
“Sebenarnya banyak faktor atas tingginya angka persalinan caesar. Contohnya, peserta merasa pelayanan di FKTP kurang memuaskan, lantas minta dirujuk untuk bersalin di rumah sakit. Bisa juga pasien memiliki penyakit penyerta, sehingga butuh penanganan khusus,” ucapnya.
Adang menambahkan, tingginya angka persalinan caesar harus dapat perhatian bersama. Tim KMKB sendiri telah mendorong akademisi untuk mengkaji fenomena itu bersama pemerintah selaku regulator. Harapannya, ada langkah solutif bagi seluruh pihak, baik pasien, BPJS Kesehatan, tenaga medis, dan fasilitas kesehatan itu sendiri.
Di sisi lain, Ketua Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, Ari Kusuma Januarto mengatakan, Tim KMKB pusat dan daerah berperan untuk menstimulasi dan meningkatkan kualitas pelayanan persalinan, baik di FKTP maupun rumah sakit.
“Perlu dilakukan pengembangan implementasi prinsip pelayanan kesehatan berbasis nilai-nilai dan pelayanan kehamilan yang bersifat kolaborasi interprofesional dengan dukungan biaya yang memadai. Dengan demikian, diharapkan dampaknya terhadap kesehatan ibu dan anak semakin baik,” kata Ari menandaskan. (Tri Wahyuni)