Suara Karya

Cegah Perkawinan Anak, MUI Harus Segera Keluarkan Fatwa!

JAKARTA (Suara Karya): Perkawinan anak masih terjadi marak di Indonesia. Apalagi di masa pandemi Covid-19, banyak orangtua mengawinkan anaknya untuk mengurangi beban ekonomi keluarga.

Data Ditjen Badan Peradilan Agama Mahkaman Agung menunjukkan dispensasi nikah pada 2020 yang dikabulkan melonjak hingga 300 persen dari tahun sebelumnya. Pada 2019, tercatat hanya 23.126 dispensasi. Tahun berikutnya meningkat jadi 64.211 dispensasi.

Studi yang dilakukan Koalisi 18+ tentang dispensasi perkawinan mengungkapkan, sekitar 98 persen orang tua menikahkan anaknya karena anak dianggap sudah berpacaran/bertunangan. Sementara itu 89 persen hakim mengatakan, pengabulan permohonan dispensasi dilakukan untuk menanggapi kekhawatiran orang tua.

Pemerintah sebetulnya telah memiliki landasan hukum terkait perkawinan anak. Undang-Undang (UU) Perkawinan No 16 Tahun 2019 telah menaikkan usia minimal untuk menikah bagi perempuan dan laki-laki, yaitu 19 tahun. Namun, hal itu tidak serta-merta menjamin perkawinan anak dapat dicegah.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan, selain peran pemerintah, perlu juga upaya dari lembaga keagamaan seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk mencegah terjadinya perkawinan anak. Satu upaya yang perlu dilakukan adalah menetapkan fatwa terkait perkawinan anak.

Hal itu dikemukakan Menko PMK dalam Seminar Nasional dan Deklarasi Gerakan Nasional Pendewasaaan Usia Peningkatan Kualitas SDM Indonesia, yang diselenggarakan MUI dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) yang digelar virtual, Kamis (18/3/2021).

Ditambahkan, pemerintah tidak bisa memecahkan masalah nasional itu sendirian. Karena perkawinan anak perlu fatwa dari MUI agar perkawinan itu bisa dinyatakan tidak sesuai dengan syariat nikah. Alasannya, setiap pernikahan seharusnya membawa kemaslahatan bagi laki-laki dan perempuan yang menikah, maupun bagi kedua keluarganya.

Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) itu menjelaskan, tujuan pernikahan adalah menciptakan keluarga sakinah dan memperoleh keturunan yang baik serta sehat. Kondisi itu, bisa tercapai pada usia dimana calon mempelai telah sempurna akal pikiran dan mental, serta siap melakukan proses reproduksi.

“Pernikahan anak akan berpotensi menghasilkan bayi yang kurang sehat, karena anak perempuan di bawah usia 18 tahun fisiknya belum siap untuk melahirkan,” ucap Muhadjir.

Untuk itu, Menko PMK menambahkan, peran orangtua sangat besar untuk mencegah perkawinan anak. Ia meminta agar orangtua berlaku bijaksana dengan memikirkan dampak panjang yang akan terjadi bila menikahkan anak.

“Keputusan untuk menikahkan anak mestinya dipertimbangkan secara bijaksana. Pemangku kepentingan perlu memberi edukasi kepada orangtua terkait sosialisasi pencegahan perkawinan usia dini, bahaya seks bebas dan perkawinan yang tidak tercatat, demi terwujudnya generasi bangsa yang unggul,” ujarnya.

Selain itu, Menko PMK mengatakan, penguatan koordinasi pemangku Kepentingan, dalam hal ini Pemerintah dan MUI, merupakan salah satu strategi yang diharapkan dapat mempercepat pendewasaaan usia perkawinan anak.

“Saya mendukung Deklarasi Gerakan Nasional Pendewasaaan Usia Perkawinan Anak antara MUI dan Pemerintah. Semoga Gerakan Nasional ini dapat mewujudkan Generasi Emas 2045,” kata Menko PMK menegaskan. (Tri Wahyuni)

Related posts