JAKARTA (Suara Karya): Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir meminta rektor bersikap tegas terhadap organisasi mahasiswa (Orma) penebar radikalisme. Karena radikalisme mengancam kedaulatan negara.
“Ciri dari organisasi radikal adalah berlaku diluar koridor 4 pilar kebangsaan, yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika. Karena itu, ingin mendirikan khilafah termasuk radikal,” kata Nasir dalam rapat Koordinasi Penangkalan Paham Radikal di Perguruan Tinggi, di Jakarta, Senin (25/6).
Nasir menegaskan, radikalisme meneror semua golongan dan tak terfokus pada kelompok atau agama tertentu. Untuk itu, radikalisme harus dilawan secara bersama-sama.
“Jangan hanya memojokkan Islam, karena radikalisme itu juga disebar oleh kelompok lain. Seperti di Sulawesi, ada kelompok nonmuslim yang ingin mendirikan negara selain Indonesia,” ujarnya.
Nasir mengakui, radikalisme tumbuh subur dalam lingkungan kampus. Hal itu terlihat dari keputusan rektor yang telah membekukaj beberapa organisasi mahasiswa penebar faham radikal.
“Penting bagi rektor untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap radikalisme dalam kampus. Tumbuhkan wawasan kebangsaan dan bela negara di kalangan mahasiswa,” ucap Nasir.
Sementara itu Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Suhardi Alius dalam kesempatan yang sama mengatakan, mahasiswa tidak dilarang berpikir radikal. Pasalnya, radikalisme merupakan bentuk dari berpikir kritis.
“Radikalisme yang harus diberantas adalah faham yang berkonotasi negatif seperti antipancasila atau anti-NKRI,” tuturnya.
Menurut Suhardi, upaya pencegahan radikalisme negatif harus dimulai dari pembenahan kurikulum dan peningkatan mutu dosen. Selain mengembangkan iklim yang kondusif bagi mahasiswa untuk tetap berfikir kritis.
“Mahasiswa ini masa depan Indonesia. Jangan sampai karena nila setitik rusak susu sebelanga. Komunitas badan eksekutif mahasiswa (BEM) seharusnya juga dilibatkan dalam kegiatan semacam ini,” katanya.
Hal senada dikemukakan Rektor Universitas Indonesia (UI), Muhammad Anis. Menurutnya, banyak faktor memicu pertumbuhan radikalisme dalam kampus. Namun secara garis besar, hal itu dipengaruhi oleh 3 faktor, yakni kondisi politik, sosial dan ekonomi.
“Tiga faktor itu berpengaruh besar terhadap cara pandang seseorang dalam menyikapi dan melihat realitas,” katanya.
Menurut Anis, radikalisme bisa diredam jika semua pihak bersatu dan pemerintah mampu membangun kepercayaan dari masyarakat. “Ketidakadilan dan kemiskinan membuat radikalisme tumbuh cepat. Dinamika politik juga memicu gerakan radikal,” ujarnya.
Untuk UI, lanjut Anis, pihaknya menerapkan perkuliahan pengembangan kepribadian, agar mahasiswa bisa melihat atau berpikir untuk menangkal radikalisme. (Tri Wahyuni)