JAKARTA (Suara Karya): Minat kalangan milenial yang rendah sekali terhadap pertanian membuat sektor ini harus berbenah agar dipandang prospektif dan menjanjikan dengan inovasi memanfaatkan teknologi.
“Nah, kunci dari petani dan pertanian berteknologi adalah adanya regenerasi petani. Lalu, untuk menarik anak-anak muda ke pertanian, kita harus menjadikan sektor pertanian itu menjanjikan dan menguntungkan dengan pembukaan akses pasar, inovasi, dan tekhnologi, kata Ketua Umum Pemuda Tani HKTI, Rina Saadah Adisurya di arena ASAFF 2020 Jakarta, Jumat (13/3/2020).
Regenerasi petani, ujarnya menjadi salah satu faktor kunci untuk kemajuan dan modernisasi pertanian Indonesia. Melalui regenerasi, penggarapan lahan, proses produksi, dan agrobisnis akan dijalankan oleh mayoritas kelompok petani muda atau kaum milenial yang biasanya bekerja lebih produktif dan efisien dengan memanfaatkan teknologi serta selalu kreatif berinovasi.
“Bahwa regenerasi penting untuk mengatasi laju penurunan jumlah petani,” tandasnya.
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), dia menunjukkan bahwa dalam jangka waktu dua tahun (2016 hingga 2018), penurunan jumlah petani di Indonesia berjalan cukup signifikan, yaitu sebanyak empat juta petani. Di mana salah satu penyebabnya adalah masih lambannya proses regenerasi petani.
Data Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian, Kementerian Pertanian, menyebutkan 90 persen dari total jumlah petani Indonesia sudah memasuki fase kurang produktif. Jadi perlu ada solusi menciptakan regenerasi petani.
Saat ini ada 33,4 juta petani di Indonesia. Dari jumlah itu, 2,7 juta petani usia milenial dan 30,4 juta usia ‘kolonial’. Jadi kita sedang bermasalah dalam hal fase umur petani.
Lalau, data BPS juga menunjukkan bahwa di wilayah perdesaan hanya sekitar 4% anak muda berusia 15-23 tahun yang tertarik bekerja menjadi petani. Sisanya memilih bekerja di sektor industri, sektor industri kecil-menengah, atau sektor informal kota, karena dipandang lebih potensial untuk menjamin kesejahteraan di masa depan.
“Pentingnya revitalisasi pertanian dengan regenerasi petani cukup beralasan karena jumlah petani muda saat ini berjumlah di bawah angka tiga juta orang, sementara luas lahan pertanian Indonesia mencapai 7,78 juta hektare.”
“Minimnya minat generasi milenial untuk terlibat dan terjun langsung dalam sektor pertanian, pertanda bahwa pertanian hari ini dinilai sudah tidak menguntungkan lagi. Selain itu, secara status sosial masih dipandang rendah. Oleh karena itu kaum muda kehilangan gairah untuk bertani,” bebernya.
Situasi ini bisa juga berimplikasi kurang baik terhadap target pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia pada 2045. Oleh karena itu sekali lagi perlu ditekankan bahwa melibatkan generasi muda adalah kuncinya, dan pertanian modern adalah solusi untuk menarik generasi muda agar terlibat dalam bisnis pertanian.
“Kaum muda di kalangan milenial perlu didorong untuk menjadi petani. Sebab jadi petani saat ini adalah termasuk gaul dan perlu melek teknologi,” ujarnya menambahkan Pemuda Tani HKTI akan terus berupaya berperan aktif dalam upaya terciptanya regenerasi petani.
Presiden Joko Widodo sendiri telah mengarahkan seluruh kementeriannya untuk menyiapkan generasi muda menghadapi era revolusi industri 4.0, termasuk petani milenial. Oleh karena itu Kementan sendiri telah menargetkan penambahan satu juta petani muda untuk memakmurkan Indonesia ke depan. Jika ini terlaksana, maka Indonesia ke depan akan makmur sebab sektor pertanian adalah sektor prioritas dengan jumlah pintu pasar paling banyak di dunia. Apalagi, dunia internasional saat ini semakin membutuhkan pangan sebagai asupan pokok yang harus tersedia setiap hari.
Menurut Ketua Umum HKTI terpilih 2020-2023, Moledoko, sektor pertanian selama ini identik dengan kaum tua saja. Padahal di luar negeri, justru anak-anak milenial yang berperan membuat sektor pertanian maju dengan berbagai teknologinya.
“Ini perlu ditularkan kepada anak-anak milenial di Indonesia, yakni perubahan mindset bahwa pertanian bukan hanya untuk kaum tua,” ujarnya.
Itulah alasannya mengapa dalam penyelenggaraan kedua Asian Agriculture and Food Forum (ASAFF) 2020, HKTI memberikan peran banyak kepada kaum milenial. Menurut dia, masa depan pertanian di Indonesia adalah pemanfaatan teknologi yang bisa menunjang produktivitas pertanian.
“Iklim dan kesempatan ekspor harus dibuka seluas-luasnya. Maka, pertanian Indonesia harus didukung dengan SDM unggul supaya mampu berinovasi dan beradaptasi dengan teknologi yang disiapkan,” kata Moeldoko.
Ke depan petani milenial harus mampu merefleksikan semangat kebangkitan dan kejayaan negara agraris sebagai jalan dan upaya pemerintah dalam menjadikan Indonesia lumbung pangan dunia. Petani milenial diharapkan bisa menularkan semangat bertaninya ke seluruh Tanah Air.
Kalau itu dilakukan, maka Indonesia akan menyalip Brazil dan Amerika sebagai negara maju di bidang pertanian. Itulah yang harus kita dorong bersama, bagaimana petani milenial itu memiliki semangat.
Disebutkan, dalam forum ASAFF 2020, hadir salah satu komunitas petani yakni Koperasi Komunitas Kopi Indonesia (Kokopi) yang menampilkan produk produk anggota berupa biji kopi, peralatan kopi, serta makanan minuman berbahan kopi.
Kokopi menjadi wadah penggiat kopi Indonesia dari hulu sampai hilir yang didirikan oleh 96 anggota pendiri dari 11 Propinsi pada Juni 2017, bertekad mendorong Indonesia kembali menjadi penghasil kopi nomor satu dunia, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas. Tujuan akhirnya adalah menyejahterakan petani kopi. (Indra)