JAKARTA (Suara Karya): Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Kemdiktisaintek) mengeluarkan kebijakan untuk menangani 2.332 lulusan Pendidikan Kedokteran yang tak kunjung lulus (retaker) Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter (UKMPPD).
“Pendekatan yang kami lakukan tidak sebatas administratif, tetapi juga mencerminkan tanggung jawab negara dalam menjamin kualitas dan integritas profesi dokter di Indonesia,” kata Direktur Strategi dan Sistem Pembelajaran Transformatif, Kemdiktisaintek, Ardi Findyartini, di Jakarta, Kamis (26/6/25).
Sejak diberlakukan secara nasional pada 2014, UKMPPD sebenarnya telah meluluskan lebih dari 114.000 dokter, yang kini berperan penting dalam pelayanan kesehatan masyarakat.
Dari jumlah itu, tersisa 2.332 mahasiswa atau 2 persen dari total peserta yang tercatat sebagai retaker, termasuk sekitar 100 mahasiswa dengan masa studi profesi lebih dari 5 tahun.
“Kelompok terakhir inilah yang akan menjadi perhatian khusus dalam formulasi kebijakan Kemdiktisaintek,” ujar Ardi Findyartini.
Ditambahkan, Kemdiktisaintek dan kampus mendukung retaker melalui berbagai program, termasuk mentoring dan crash program. Kampus juga diimbau untuk melakukan pembebasan biaya kuliah jika retaker tidak mengikuti pembelajaran aktif.
Direktur Ardi juga menyatakan, hasil UKMPPD tidak hanya menjadi evaluasi peserta, tetapi juga menjadi bahan evaluasi institusi. Karena UKMPPD bukan sekadar ujian kelulusan, tetapi komponen utama dari sistem penjaminan mutu pendidikan kedokteran nasional.
“UKMPPD merupakan bentuk tanggung jawab negara untuk memastikan, setiap calon dokter benar-benar kompeten, baik secara pengetahuan maupun keterampilan klinis. Dengan demikian, layanan kesehatan dirasakan aman dan profesional untuk masyarakat.
Disebutkan, pelaksanaan UKMPPD meliputi dua bagian, yaitu Computer-Based Test (CBT) untuk menilai aspek kognitif, dan Objective Structured Clinical Examination (OSCE) untuk menilai keterampilan klinis.
UKMPPD dikoordinasikan oleh panitia nasional yang independen, dengan mekanisme standard setting yang ketat dan berbasis eviden oleh para pakar dari berbagai institusi.
Praktik baik UKMPPD telah diakui sebagai model yang berhasil memberi dampak untuk mendorong peningkatan kualitas pembelajaran di fakultas kedokteran dan membangun kepercayaan masyarakat.
“Bahkan, Bank Dunia mencatatnya sebagai contoh baik untuk replikasi sistem uji kompetensi di kawasan Asia Tenggara,” tuturnya.
Pelaksanaan UKMPPD merujuk pada regulasi yang secara bertahap dikukuhkan sebagai exit exam nasional. Regulasi itu adalah Undang-Undang (UU) No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi;
UU No 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran (kini telah dicabut).
Regulasi lainnya adalah UU No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (kini telah dicabut);
UU No 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan; dan Peraturan Pemerintah (PP) No 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Kesehatan
Dengan dasar hukum yang kokoh itu, lanjut Direktur Ardi, UKMPPD ditetapkan sebagai syarat mutlak untuk memperoleh sertifikat profesi dokter (dokumen resmi yang menandai kesiapan lulusan untuk menjalani praktik medis secara profesional dan legal).
Sebelumnya, Kemdiktisaintek menerima dan menghargai aspirasi yang disampaikan Pergerakan Dokter Muda Indonesia (PDMI) dalam 2 forum dialog, yaitu pada 18 dan 23 Juni 2025.
Tiga isu utama yang diangkat adalah Permintaan Sertifikat Profesi Dokter (PDMI) sebagai ‘ijazah dokter’. Sesuai regulasi, sertifikat profesi hanya diberikan kepada mahasiswa yang telah lulus UKMPPD dan menjalani sumpah dokter.
“Retaker tetap berhak atas ijazah sarjana kedokteran dan surat keterangan penyelesaian pendidikan akademik dan klinik. Tidak ada institusi yang dibenarkan menahan dokumen akademik sah di luar ketentuan tersebut,” ucap Direktur Ardi menegaskan.
Terkait pembebasan biaya kuliah, Kemdiktisaintek telah menerbitkan surat edaran yang mendorong perguruan tinggi untuk membebaskan mahasiswa retaker dari kewajiban membayar biaya kuliah, bila tidak mengikuti proses pembelajaran aktif.
“Kampus juga disarankan menyediakan program pembinaan ulang (crash program) dan opsi alih jenjang studi bagi mahasiswa yang tidak memungkinkan melanjutkan profesi dokter,” ujarnya.
Soal Permintaan Pelaksanaan Putusan MK No 10/PUU-XV/2017, Direktur Ardi menegaskan, sertifikat profesi dan sertifikat kompetensi tetap berlaku dan sah menurut hukum. Argumen pemohon tentang ketidakperluan uji kompetensi dinyatakan tidak beralasan.
Kini, UU No 20 Tahun 2013 dan UU No 29 Tahun 2004 telah digantikan oleh UU No 17 Tahun 2023, yang memperkuat posisi UKMPPD sebagai instrumen utama penjaminan mutu.
Kemdiktisaintek bersama Kemenkes tengah menyusun Standar Prosedur Operasional Uji Kompetensi Nasional dengan target finalisasi pada Juli 2025.
Sebagai bentuk konkret dari komitmen penyelesaian yang inklusif dan solutif, Kemdiktisaintek telah mengambil beberapa langkah, yaitu
diskresi masa studi bagi mahasiswa retaker dengan durasi studi profesi lebih dari 5 tahun, diizinkan mengikuti UKMPPD hingga Desember 2025.
“Evaluasi dan audit nasional terhadap pelaksanaan kebijakan retaker, dengan dukungan Inspektorat Jenderal,” ujarnya.
Dialog nasional dengan para dekan Fakultas Kedokteran (FK) se-Indonesia dalam forum Muktamar Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI) pada 27 Juni 2025, untuk merumuskan kebijakan pembinaan berkelanjutan terhadap retaker.
Upaya itu dilakukan, karena Kemdiktisaintek meyakini setiap mahasiswa berhak mendapat kesempatan yang adil untuk berhasil. Namun, keadilan harus selalu berjalan beriringan dengan penegakan mutu dan integritas profesi.
“Karena menjadi dokter bukan sekadar memperoleh gelar, tetapi tentang amanah untuk menjaga kehidupan manusia,” ucapnya.
UKMPPD mendorong perbaikan asesmen dan pembelajaran di institusi kedokteran, serta dapat memperkuat kolaborasi antarkampus dan peningkatan sumber daya manusia pendidikan kedokteran.
Dengan kolaborasi yang kuat antara kementerian, perguruan tinggi, asosiasi profesi, dan mahasiswa, Kemdiktisaintek yakin solusi terbaik dapat dihadirkan, bukan dengan menurunkan standar, tetapi dengan meningkatkan dukungan bagi mereka yang membutuhkan. (Tri Wahyuni)