JAKARTA (Suara Karya): Kuliah di Universitas Terbuka (UT) tak ribet soal Uang Kuliah Tunggal (UKT). Bahkan, dengan dana Rp150 ribu pun bisa tetap bisa kuliah di perguruan tinggi negeri berbadan hukum (PTN-BH) tersebut.
“Uang kuliah di UT, tertinggi hanya Rp3,5 juta dan terendah Rp1,5 juta. Angka itu per semester ya, bukan per bulan,” kata Rektor UT, Prof Ojat Darojat kepada media usai membuka Disporseni (Diskusi Ilmiah, Pekan Olah Raga dan Seni (Disporseni) Nasional UT 2024, di kampus UT Jakarta, Senin (20/5/24) malam.
Kegiatan Disporseni Nasional 2024 mengawali rangkaian acara seremonial Dies ke-40 Universitas Terbuka, yang puncaknya pada 4 November mendatang.
Prof Ojat menjelaskan, biaya kuliah di UT bisa lebih murah dibanding PTN lainnya, karena jumlah mahasiswanya sangat besar, mencapai lebih dari 500 ribu orang. Dengan jumlah pembagi yang besar, maka Biaya Kuliah Tunggal (BKT) jadi mengecil.
“Perkuliahan UT juga fleksibel, baik dari segi waktu dan tempat. Karena tidak butuh ruang kuliah, maka biaya operasional bisa ditekan seminimal mungkin,” tuturnya.
Adapun rincian biaya kuliah Universitas Terbuka 2024 adalah sebagai berikut. Sipas Non-TTM Rp1,5 juta per semester, Sipas Semi Rp2 juta per semester, Sipas Penuh Rp2,5 juta per semester, dan Sipas Plus Rp3,5 juta per semester.
“Gradasi uang kuliah tergantung pada program studi (prodi), fasilitas dan atribut kampus yang dipilih. Untuk prodi yang butuh laboratorium, maka membayar lebih mahal. Mahasiswa butuh atribut seperti jaket dan lain-lain masuk kelompok Sipas Plus,” tuturnya.
Ditambahkan, mahasiswa juga bisa membayar uang kuliah secara ketengan, yaitu Rp35 ribu per mata kuliah. Minimal 3 mata kuliah. “Jadi tidak ada alasan lagi untuk tidak bisa kuliah. Kalau uang di kantong tipis, ambil uang kuliah ketengan saja,” ucap Prof Ojat menegaskan.
Ditanya komposisi terbanyak dalam pembayaran uang kuliah, Prof Ojat mengungkapkan, sekitar 70 persen mahasiswa UT memilih kelompok Sipas Non-TTM sebesar Rp1,5 juta per semester.
“Tidak masalah jika mahasiswa memilih uang kuliah terendah. Karena ini prinsip UT adalah membuka seluas-luasnya kepada orang agar bisa kuliah dengan biaya terjangkau,” kata Prof Ojat menandaskan.
Sebagai pionir penyelenggara pendidikan tinggi terbuka dan jarak jauh, UT terus memperbaiki layanan pembelajaran berbasis teknologi digitalnya. Sehingga proses pembelajaran jadi lebih mudah dan menyenangkan.
“Modul-modul pembelajaran kini mudah diakses mahasiswa. Asalkan terbiasa belajar mandiri, tak sulit lulus cepat dari UT. Makin banyak mahasiswa yang lulus 3,5 tahun,” ucap Prof Ojat seraya menambahkan tak sedikit juga yang lulus hingga 6-7 tahun.
Perubahan besar bagian dari kerja keras UT setelah 2 tahun menjadi
Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH). “Menjadi PTN-BH merupakan sebuah anugerah sekaligus tantangan bagi UT,” katanya.
Tantangannya setelah menjadi PTN-BH, UT dituntut untuk menjadi PTN yang dapat menjawab kebutuhan atas permasalahan di masyarakat secara nyata. Dan sebagai pionir PTTJJ, UT harus selalu terdepan dalam inovasi dan terintegrasinya layanan pendidikan dalam jejaring Cyber University pada 2025. (Tri Wahyuni)