Suara Karya

Pakar: Beda dari SKM, Susu Pertumbuhan Seharusnya Tidak Dilarang!

JAKARTA (Suara Karya): Larangan penggunaan susu kental manis (SKM) untuk anak karena memiliki kandungan gula yang tinggi, ternyata berimbas pada susu pertumbuhan yang justru kaya akan vitamin dan mineral untuk tumbuh kembang anak.

“Ada persepsi yang salah di masyarakat, yang menyamakan SKM dengan susu pertumbuhan. Larangan penggunaan SKM pada beberapa panduan seharusnya tidak menyasar semua produk susu pertumbuhan,” kata dr Sukiman Rusli, Sp.PD, di Jakarta, akhir pekan lalu.

Dokter Sukiman menjelaskan, susu pertumbuhan pada dasarnya adalah hasil dari kemajuan teknologi pangan yang mencoba meniru kandungan Air Susu Ibu (ASI).

Susu itu diformulasikan untuk memenuhi kebutuhan gizi anak-anak, terutama ketika kebutuhan nutrisi meningkat setelah usia 6 bulan.

“Susu pertumbuhan itu secara ilmiah dikembangkan untuk meniru ASI, meski tidak sepenuhnya sempurna. Tapi dari segi komposisi, banyak yang sudah diperkaya dengan zat penting seperti zat besi (Fe),” ujarnya.

Zat besi adalah salah satu mikronutrien yang sangat penting untuk tumbuh kembang anak, terutama dalam pembentukan sel darah merah dan perkembangan otak.

Kekurangan zat besi bisa menyebabkan anemia, gangguan pertumbuhan, hingga penurunan kecerdasan kognitif.

“Di sinilah susu pertumbuhan bisa berperan. Beberapa produk bahkan sudah diperkaya dengan kombinasi zat besi dan vitamin C (Iron C) yang memudahkan penyerapan zat besi oleh tubuh,” ujarnya.

Namun, dr Sukiman menegaskan, pentingnya memahami konteks. Sering disalahpahami masyarakat adalah menyamakan semua produk susu. Padahal, susu pertumbuhan berbeda dari susu kental manis.

Ia menekankan, susu kental manis bukanlah susu yang layak dikonsumsi sebagai sumber gizi utama anak. “SKM bukan susu. Kandungan gulanya tinggi dan sangat minim nutrisi. Bahkan bisa menyebabkan obesitas dan penyakit metabolik lain,” ucapnya.

Ia menambahkan, susu pertumbuhan yang sesuai usia bisa menjadi pelengkap gizi, terutama bila kondisi ibu tidak memungkinkan memberi ASI eksklusif.

Namun, dr Sukiman mengingatkan, pemilihan susu pertumbuhan dilakukan dengan cermat. “Baca labelnya, cek kandungannya. Lalu, konsultasikan hal itu ke ahli gizi atau dokter anak,” katanya.

Ia mengajak masyarakat untuk melihat gizi anak secara holistik. Pemenuhan gizi anak tidak boleh hanya mengandalkan susu. Harus ada makanan pendamping ASI yang seimbang, tinggi protein hewani, vitamin, dan mineral.

“Jangan lupa pentingnya zat besi dalam proses tumbuh kembang anak, termasuk dalam menjaga fungsi otak dan imunitas,” tuturnya.

Dr Sukiman kembali menegaskan, susu pertumbuhan bukanlah musuh. Justru bisa menjadi solusi gizi bila digunakan secara benar dan sesuai kebutuhan. Yang perlu dihindari adalah kebiasaan salah kaprah seperti memberi susu kental manis sebagai pengganti susu anak.

“Zat besi dibutuhkan dari bayi baru lahir hingga lansia. Tapi pada anak-anak, ibu hamil, dan remaja, kebutuhannya lebih tinggi. Karena itu, susu yang mengandung zat besi bisa menjadi solusi, bukan sesuatu yang dilarang,” katanya menandaskan. (Tri Wahyuni)

Related posts