SERANG (Suara Karya) : Gubernur Banten Wahidin Halim tanggapi serius tudingan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Banten, Brigjen Nurochman, soal Pemerintah Pemerintah Provinsi (Pemprov) tidak komitmen memberantas narkotika. Tudingan itu, dinilai Wahidin sebagai ucapan tak santun yang seharusnya bukan penyampaian seorang perwira tinggi kepada siapa saja orangnya.
“Jangan hanya karena permintaan bantuan tidak memenuhi target seluruhnya lantas marah-marah dan menuduh gubernur tidak komitmen terhadap pemberantasan peredaran narkotika, Jangan karena permohonan bantuan itu juga, lantas menuduh bahwa Pemprov Banten, akan gagal melaksanakan pendidikan untuk generasi muda, pembangunan jalan dan program kesehatan dan seterusnya,” ujar Wahidin di Serang, Selasa (31/7).
Menurut Wahidin, tentang pendidikan adalah prioritas karena menjadi garda terdepan dalam membangun generasi penerus. Pemprov Banten, tidak sekedar membangun gedung, tapi juga membangun akhlak setiap generasi penerus.
Jangan karena permintaan bantuan sebesar Rp 30 miliar (dana hibah) katanya, direalisasikan sebagian lalu dikembalikan kemudian menuding macam-macam soal program pembangunan Pemprov Banten. “Saya juga memberikan bantuan untuk pondok-pondok pesantren, agar muncul generasi baik yang berakhlak mulia,” tuturnya.
Dijelaskan Wahidin, marahnya Kepala BNN Banten Brigjen Nurochman, tersebut, dipicu oleh bantuan dana hibah tahun 2017 kepada lembaga vertical tersebut sebesar Rp 2 miliar. Oleh BNN Banten, dana sebesar itu tidak diterima dan dikembalikan. “Dia tak mengerti dana hibah, dan asal berbicara,” tegas mantan Walikota Tangerang, yang juga mantan anggota DPR ini.
Sementara Tenaga Ahli Gubernur Banten, Bidang Media dan PR, Ikhsan Ahmad menyebutkan, ada dua kali permohoanan bantuan yang diajukan oleh BNN Banten. “Masing-masing pada tahun 2018 Rp 30 miliar, dikasih Rp 2 miliar lalu ditolak. Kemudian mengajukan lagi Rp 93 miliar untuk tahun anggaran 2019.
Permohoan bantuan itu, kata Ikhsan, berkaitan dengan rencana pihak BNN Banten akan membangun pusat rehabilitasi di Banten dengan anggaran sebesar Rp 93 miliar. “Menurut pihak BNN, pembangunan Pusat Rehabilitasi itu termasuk urgent, maka diminta Pemprov Banten dapat merealisasikannya di tahun 2019,” kata Ikhsan.
Menurut Ikhsan, apa urgensinya BNN menginginkan dana hibah dari APBD Banten, melalui dana hibah. Bukankah tempat rehabilitasi adalah tanggung jawab APBN dan bukan APBD.
“Kenapa tidak memanfaatkan saja Balai besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional yang terletak di Desa Wates Jaya, Kecamatan. Cigombong, Lido, Kabupaten. Bogor atau rumah rehabilitasi narkoba di Bandar Lampung, dari pada meributkan dana hibah APBD Banten,” tuturnya.
Ikhsan juga menegaskan, bila BNN Banten menganggap perlu untuk membangun pusat rehabilitasi sendiri di Provinsi Banten, maka lebih baik koordinasi dan kerjasamanya dengan Departemen Sosial. “Perlu diingat bahwa untuk operasional BNN Banten telah digulirkan dari APBN dan cukup memadai. Jjadi tidak benar bahwa operasional BNN Daerah disandarkan kepada dana hibah,” kata Ikhsan. (Wis)