JAKARTA (Suara Karya): Purnomo Yusgiantoro Center (PYC), menggelar talkshow bertema “Reformasi Sektor Energi dan Mineral untuk Mendukung Keberlanjutan Sumber Daya Alam”, di Auditorium Manggala Wanabakti, Jakarta Pusat, Rabu (11/9/2024). Talkshow ini merupakan bagian dari rangkaian Pekan Standar Lingkungan Hidup & Kehutanan (PeSTA) 2024 yang diselenggarakan Kementerian Lingkungan Hidup & Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia yang berlangsung pada 10-12 September 2024.
Ketua Umum PYC Filda Citra Yusgiantoro, menyampaikan Keynote Speech pada acara yang dihadiri kalangan mahasiswa dan praktisi di sektor energi dan lingkungan.
Pada kesempatan itu, Filda menyoroti tentang pentingnya penerapan standardisasi sebagai langkah konkret dalam pembangunan berkelanjutan.

“Hal sebagai upaya untuk mereformasi sektor energi dan mineral di Indonesia,” kata Filda. Kemudian dilanjutkan dengan paparan materi terkait reformasi sektor energi di Indonesia oleh Massita Ayu Cindy, Akhmad Hanan, Felicia Grace, dan Michael Suryaprawira (para peneliti) dari Purnomo Yusgiantoro Center.
Sekadar informasi. salah satu topik yang diangkat adalah peran reformasi pasar dan harga energi dalam percepatan transisi energi. Paparan ini menekankan bahwa reformasi pasar energi penting untuk meningkatkan kompetisi, inovasi, dan efisiensi dalam sektor energi Indonesia. Namun, kompetisi pasar dapat dilakukan di tingkat yang berbeda, menyesuaikan dengan target dan kondisi setiap negara.
Pada komoditas minyak bumi & batu bara, kompetisi pasar sudah dapat dikatakan cukup mature. Namun, komoditas gas bumi & ketenagalistrikan masih menemui tantangan. Maksimalisasi penerapan third party access (TPA) pada gas bumi dan power wheeling di ketenagalistrikan menjadi salah satu fondasi utama jika ingin menerapkan kompetisi pasar di kedua sektor tersebut.
Di sisi harga energi, mekanisme harga yang mencerminkan biaya sebenarnya, termasuk dampak lingkungan, sangat penting untuk mendorong transisi energi. Dengan kebijakan seperti harga karbon dan pajak emisi, daya saing energi terbarukan menjadi meningkat dan dapat berkompetisi dengan energi fosil.
Sementara itu, Peneliti PYC Felicia Grace mengatakan, isu reformasi subsidi energi menjadi sorotan penting dalam diskusi ini. Reformasi subsidi harus dilakukan secara bertahap. Persepsi publik dalam hal ini dapat membentuk kelayakan politik, penerimaan sosial, dan implementasi kebijakan reformasi subsidi energi. Mengetahui harapan publik dan memperoleh dukungan publik untuk reformasi subsidi sangat penting untuk suksesnya pelaksanaan.
Peneliti PYC Lainnya, Massita Ayu Cindy mengatakan menambahkan bahwa penerapan standardisasi yang kuat adalah langkah konkret dalam mempercepat reformasi sektor energi dan mineral. Standardisasi yang seragam akan mempercepat adopsi teknologi serta proses dalam pengembangan energi terbarukan dan pengolahan mineral, sekaligus mendukung transisi energi bersih.
Pada kesempatan yang sama, Michael Surya Prawira yang juga Peneliti PYC menyatakan, standarisasi infrastruktur energi terbarukan, terutama di wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar), sangat diperlukan untuk menjaga keberlangsungan penyediaan tenaga listrik di daerah tersebut.
Menurut Michael, pentingnya melakukan percepatan pembangunan infrastruktur di wilayah-wilayah tersebut untuk ikut mendukung transisi energi yang lebih bersih.
Standarisasi yang selaras dengan standar internasional juga akan meningkatkan daya saing Indonesia di pasar global, memudahkan ekspor, dan menarik lebih banyak investasi asing.
“Standardisasi juga berperan penting dalam mencegah distorsi pasar dan menciptakan pasar energi yang lebih transparan, menjamin konsistensi kualitas, serta memastikan alokasi sumber daya yang lebih efisien. Standardisasi juga mendukung pengurangan dampak lingkungan dengan mengadopsi teknologi yang lebih ramah lingkungan, serta meningkatkan akuntabilitas perusahaan energi dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan,” kata Michael.
Peneliti PYC lainnya Akhmad Hanan mengatakan, tantangan dalam penerapan standardisasi masih ada, seperti kurangnya harmonisasi standar nasional dengan internasional, resistensi dari pelaku industri, serta koordinasi yang belum optimal antar lembaga. “Penegakan aturan standar yang kuat kepada pelaku industri menjadi kunci penting dalam menciptakan reformasi yang berkelanjutan.
Menurutnya, acara ini sekaligus mengukuhkan kembali komitmen PYC dalam mendukung pengembangan kebijakan energi berkelanjutan yang inklusif dan berbasis inovasi, serta sejalan dengan tujuan pembangunan nasional. (Boy)