JAKARTA (Suara Karya): Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Zainut Tauhid Sa’adi menyatakan bahwa pihaknya memahami rekomendasi dari Kementerian Agama (Kemenag) terkait nama-nama penceramah yang dinilai memenuhi tiga indikator yang menjadi pertimbangannya.
Dari 200 nama penceramah muslim di lingkungan pemerintah yang direkomendasikan Kementerian Agama, diyakini masih banyak nama-nama ulama, kyai atau mubaligh yang belum tercatat dan itu tidak berarti mubaligh tersebut tidak memenuhi tiga katagori tersebut.
“Rekomendasi dari Kemenag tersebut, bukan menjadi sebuah keharusan untuk diikuti, tetapi hanya sebuah pertimbangan yang sifatnya tidak mengikat,” kata Zainut, kepada wartawan, di Jakarta, Jumat (18/5) malam.
Menurut dia, masyarakat memiliki hak untuk memilih penceramah agama yang sesuai dengan kebutuhannya. Meski demikian harus tetap mengacu kepada ketentuan yang sudah digariskan oleh Kemag agar ceramah agama tidak keluar dari substansinya.
Oleh karena itu, Zainut meminta masyarakat untuk tidak menjadikan rekomendasi Kemag tersebut sebagai polemik. Tapi, katanya, sebaiknya disikapi dengan bijaksana agar tidak menimbulkan kegaduhan yang justru bisa merusak suasana kekhusyukan puasa.
Menurut Zainut, nama-nama tersebut sebagaimana yang disampaikan oleh Menag belum final jadi masih bisa berkembang dan bertambah.
Zainut mengatakan sepakat dengan kriteria yang ditetapkan Kemag karena menurutnya menjadi penceramah tidak hanya penguasaan konten tetapi juga ketrampilan dalam menyampaikan isi pesan ke masyarakat. Dalam hal ini, penceramah harus mempunyai kompetensi tinggi terhadap ajaran Islam dan pengalaman yang cukup dalam berceramah.
“Selain itu, harus terbukti bahwa yang bersangkutan memiliki komitmen kebangsaan yang tinggi,”ujarnya.
Tiga kriteria penceramah yang dapat direkomendasikan berdasarkan pertimbangan Kemag antara lain:
Pertama, memberikan perhatian lebih serius terhadap pelaksanaan ceramah agama agar tidak menebarkan ceramah-ceramah yang bersifat provokatif, penghinaan, penodaan, dan ajaran menebarkan kebencian yang akan mencederai persatuan dan kesatuan bangsa serta keutuhan NKRI.
Kedua, isi ceramah hendaknya bernuansa mendidik dan memberikan pencerahan yang mengarah kepada tindakan kebaikan, peningkatan kapasitas diri, pemberdayaan umat, penyempurnaan akhlak, peningkatan kualitas ibadah, pelestarian lingkungan, persatuan bangsa serta kesejahteraan dan keadilan sosial.
Ketiga, tidak mempertentangkan unsur SARA yang dapat menimbulkan konflik, mengganggu kerukunan, ataupun merusak ikatan bangsa. (Gan)