JAKARTA (Suara Karya): Dinas Kesehatan Kabupaten Bengkulu Selatan, Provinsi Bengkulu, mencatat angka penderita stunting atau anak gagal tumbuh akibat kurang gizi mencapai 30,9 persen dari 13.183 bocah balita yang ada di daerah itu.
“Hal ini tentu menjadi perhatian serius kami,” kata Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bengkulu Selatan Redhwan Arif di Manna, Selasa (15/5).
Ia menerangkan, wilayah di Bengkulu Selatan yang marak ditemukan kasus balita “stunting” ada di Kecamatan Seginim dan Kedurang. Pemerintah daerah telah berupaya mengotimalkan peran Puskesmas dan Posyandu guna mengatasi persoalan tersebut.
“Kami juga melakukan penyuluhan supaya anak balita stunting diberi ASI eksklusif di usia 0-2 tahun dan juga diberi makanan tambahan,” ujarnya.
Dinas Kesehatan mencatat penyebab utama balita menderita stunting di Bengkulu Selatan karena faktor pendidikan dan ekonomi lemah.
“Masih banyak masyarakat yang belum mengetahui tentang asupan gizi yang tepat untuk ibu hamil dan bayi berusia seribu hari pertama kehidupan.
Selain itu, kemiskinan telah menyulitkan mereka dalam menyediakan makanan bergizi setiap hari kepada anak-anaknya,” papar Redhwan.
Dokter Spesialis Anak Rumah Sakit Umum As-Syifa Manna, Erni Dasmita, menjelaskan stunting merupakan penyakit yang dapat mempengaruhi perkembangan kognitif seseorang sehingga berdampak terhadap tingkat kecerdasan dan produktifitasnya di masa mendatang.
“Sebab sel otak anak penderita ‘stunting’ tidak sebanyak anak normal umumnya. Untuk itu, masyarakat perlu mengatisipasi kasus ini,” katanya.
Ia menyarankan agar ibu hamil selalu menjaga asupan energi dan protein pada janin. Selain itu, penanganan 1000 hari pertama kehidupan balita sangat berpengaruh dalam mengantisipasi stunting, salah satunya dengan pemberian ASI selama dua tahun. (Tri Wahyuni)