Suara Karya

Atasi Berbagai Persoalan Kesehatan, Kemenkes Canangkan Enam Transformasi

JAKARTA (Suara Karya): Dirjen Tenaga Kesehatan Kementerian Kesehatan, drg. Arianti Anaya, MKM mengungkapkan bahwa pihaknya telah mencanangkan enam pilar transformasi untuk mengatasi berbagai persoalan yang terkait pembangunan bidang kesehatan di Tanah Air.

“Untuk memastikan generasi berikutnya sehat, berpendidikan, dan produktif, sangat dipengaruhi oleh berbagai upaya di bidang kesehatan. Ini harusnya kita yakinkan bersama,” ujar Arianti, saat menjadi keynote speaker dalam acara webinar bertema “Kupas Tuntas Strategi Menghasilkan Dokter Paripurna yang Memenuhi Kebutuhan Masyarakat”, yang digelar Dokter Alumni Smandel (DAS), di Jakartra, Minggu (12/6/2022).

Webinar yang dipandu oleh Wakil Ketua DAS, dr. Ekasakti Octohariyanto, MPdKed yang juga alumni SMAN 8 2002 ini, menghadirkan pembicara Dekan FK UI, Prof. Dr.dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB yang berbicara tentang “FKUI Pencetak SDM Kesehatan Berkualitas untuk Indonesia.

Selain itu, hadir pula Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta dr. Widyastuti, MKM yang membahas tema ”Peran mahasiswa kedokteran dan dokter di era ‘urban health’ yang mengedepankan aspek promotif preventif kesehatan”.

Kemudian Direktur Pain Institute of Indonesia (Pain Management Inisiator) dr. Y Rohedi Yosi Asmara, Sp.An, yang juga alumni SMAN 8 tahun 1996 lebih membahas berbagi pengalaman.

Terakhir, Ketua Subkomisi II, Komite Nasional Pengembangan Sel Punca dan Sel Indonesia, Prof.dr.Ahmad Faried, Sp.BS (K). PhD yang juga alumni SMAN 8 tahun 1994 yang berbagi pengalaman seputar karir dan pengalamannya.

Dirjen Arianti menjelaskan, salah satu transformasi enam pilar kesehatan itu adalah terdiri dari Transformasi Layanan Primer yaitu layanan yang dimulai dari Puskesmas, di mana edukasi kesehatan dimulai dari layanan primer ini.

Karena, kata dia, layanan primer Puskesmas dengan posyandu adalah yang paling dekat dengan masyarakat. “Kemudian juga kita akan meningkatkan transformasi layanan rujukan,” ujarnya menambahkan.

Menurut dia, mengapa transformasi layanan rujukan ini menjadi penting? “Karena kita ingin menjadi bagian dari pelayanan kesehatan yang jadi rujukan International. Kita justru ingin mengurangi keinginan para masyarakat Indonesia untuk berobat ke negara lain bahkan ke negara tetangga, tetapi kita justru ingin negara-negara lain akan berobat ke Indonesia,” ujarnya lebih lanjut.

Untuk itu, kata dia, dibutuhkan transformasi layanan rujukan yang dimulai dari menyiapkan tenaga kesehatan, termasuk sarana dan prasarananya.

Ketiga, adalah Transformasi Sistem Ketahanan Kesehatan. “Dilanjutkan Transformasi Sistem Pembiayaan Kesehatan, kita akan melakukan perbaikan terhadap JKN untuk terus meningkatkan pelayanan kesehatan” ujar Arianti.

Kemudian transformasi SDM kesehatan, tiga isu besar yang dihadapi pertama adalah terkait jumlah yang masih belum mencukupi sesuai standar, kedua adalah maldistribusi, dimana dokter-dokter masih lebih senang berada di daerah perkotaan daripada di daerah-daerah tertinggal. Juga kualitas, bagaimana kita bisa meningkatkan kualitas dokter ini bertaraf International.

“Kenapa kita penting meningkatkan kualitas dokter, karena kita akan membuka AMEA 2025, dimana tenaga asing ini akan masuk ke Indonesia, bersamaan dengan investasi dari rumah sakit yang dibawa,” katanya.

“Terakhir transformasi yang keenam adalah Transformasi Teknologi Kesehatan. Kita tidak boleh lagi buta terhadap IT karena semua, bukan hanya orang IT, dokter pun sekarang semuanya harus paham terhadap IT,” ungkap Arianti.

Sementara itu Kepala Dinas Kesehatan DKI, dr. Widyastuti,MKM mengatakan, Jakarta juga sedang menuju transformasi sistem kesehatan. Kami di DKI Jakarta juga tentu sepakat dan semangat, kami sudah mencoba membahas sejak tahun 2019, kemudian terhantam Covid, sehingga tertunda.

Beberapa tahun yang lalu seorang guru besar FK UI, mengatakan kenapa ya dokter puskesmas banyak sekali yang merujuk kasus kasus sederhana ke rumah sakit, bahkan sampai ke RSCM.

Yang kedua, di beberapa forum dengan organisasi IDI bagaimana distribusi dokter pengaturannya di Indonesia. Apakah betul-betul sudah ditata dengan baik sehingga tidak semuanya bertumpuk di Jakarta.

Dalam kaitan menjawab tantangan maslaah kesehatan, apakah sudah tepat sistem pendidikan kesehatan kita untuk mampu menjawab tantangan masalah kesehatan.

“Saya menyikapinya sebagai user di tingkat pemerintah. Karena hampir setiap tahun kami melatihkan kembali para temen-temen dokter dan tenaga paramedis lain/ tenaga penunjang lain untuk ilmu-ilmu medis maupun ilmu praktis dibidang kesehatan bagi tim kami. Karena sepertinya tidak siap langsung,” papar Widyastuti.

Dikemukakan Widyastuti, hampir setiap tahun kami menyekolahkan kembali, mengkhususkan, merapihkan sesuai dengan program yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan.

Pertanyaannya adalah Apakah program unggulan yang jadi masalah di Kementerian Kesehatan sudah terjawab dengan sistem pendidikan kesehatan. Tentu tidak hanya di kedokteran, tetapi juga termasuk sistem pendidikan kesehatan dari temen-temen yang lain, termasuk para medis maupun penunjang.

“Sepertinya perlu duduk Bersama, satu sisi kita menuju transformasi digital 4.0 yang menginginkan tentang kecanggihan masalah digital, tapi satu sisi banyak hal masalah kesehatan masyarakat yang disentuh yang juga membutuhkan perhatian di dalam sistem pendidikan kesehatan,” kata Widyastuti.

Visi Misi FKUI

Dalam webinar ini, Dekan FK UI-Prof. Dr.dr. Ari Fahrial Syam, menjabarkan visi dan misi FKUI. Disebutkan, visi FK UI 2020-2024 yaitu menjadi pusat ilmu pengetahuan, teknologi kedokteran, dan budaya yang unggul dan berdaya saing, melalui upaya mencerdaskan kehidupan bangsa untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sehingga berkontribusi bagi pembangunan Indonesia dan dunia

Sedangkan Misi FKUI pertama, menyediakan akses yang luas dan adil serta pendidikan dan pengajaran yang berkualitas. Kedua, menyelenggarakan kegiatan Tridarma (pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat) yang bermutu dan relevan dengan tantangan nasional serta global.

Lalu ketiga, menciptakan lulusan yang berintelektualitas tinggi, berbudi pekerti luhur, dan mampu bersaing secara global.

Misi keempat m enciptakan iklim akademik yang mampu mendukung perwujudan visi UI. Sedangkan misi kelima, menyelenggarakan sistem kesehatan akademik (Academic Health System, AHS) untuk pembangunan kesehatan wilayah.

Ari Fahrial bersemangat menceritakan bahwa orang yang tidak punya uang bisa masuk FK UI dan FK UI tidak memberikan uang pangkal untuk regular, bahkan Iluni membantu. Dalam kaitan ini katanya, banyak berlian di pelosok Indonesia, bisa mencapai cita-cita di FK UI walaupun tidak mampu. “Ada 29 dokter asli Papua menjadi PPDS FK UI, ini adalah program affirmasi Pemprov Papua,” ungkapnya.

Lebih lanjut dikmukakan Fahrial, nilai – nilai UI yang perlu dipertahankan yatu kejujuran, keadilan, keterpercayaan, kemartabatan, tanggung jawab, kebersamaan, terbuka, kebebasan akademik, kepatuhan pada aturan.
“Peran utama membentuk dokter berkualitas itu ditingkatkan dari kurikulum, pembelajaran dan pengajaran, assessment, dan penjaminan mutu,” tambahnya..

Tentang FK UI sendiri, Fahrial menyebut, ada prodi speasil 32, dan prodi subspesialis 8. Ini akan meningkatkan kuota. Adapun jumlah guru besar sudah ada 50 guru besar.

“Kolaborasi internasional FK UI ada di ASEAN, Jepang, Australia, Amerika Utara dan Seltan, Jerman, United Kingdom, Prancis. Korea, Selatan, Cina, dan lainnya,” katanya.

Dalam webinar ini, dr. Y. Rohedi Yosi Amara, Sp.An, membagikan pengalaman sebagai dokter nyeri. Interventional Pain Management itu ialah prosedur minimal invasig yang bertujuan untuk mengurangi nyeri dalam jangka Panjang/ permanen. Mengisi gap antara terapi nyeri farmakologi dengan Tindakan pembedahan. Kelebihannya yaitu minimal invasive, perawatan pendek, pembiusan local, langsung ke target, rehabilitasi lebih dini, mengurangi kebutuhan obat obatan, menghindari pembedahan, dan mengisi kesenjangan antara terapi farmakologi dengan operasi.

Diungkapkan, survey pasien nyeri di Indonesia ada 87% pasien mengalami nyeri datang ke rawat jalan, ada 61% mengalami nyeri lebih dari 1 minggu, ada t1% mengkonsumsi obat penghilang nyeri, dan ada 74% merasakan nyeri sedang berat. -74% pasien mengalami nyeri sedang berat ini , ternyata hanya 17% pasien mendapatkan ibat yang adekuat.

“Survey di amerika, ternyata 8 dari 10 orang nyeri tulang belakang mengalmi nyeri selama hidupnya dan ada 149 hari kerja per tahun yang hilang karena nyeri tulang belakang ini. Sudah diakui nyeri sebagai tanda vital ke-5,” ujar Rohedi..

Sedangkan Ketua Subkomisi II, Komite Nasional Pengembangan Sel Punca dan Sel Indonesia Prof. dr. Ahmad Faried, Sp.BS (K), PhD menceritakan pengalamanya sebagai spesialis bedah saraf, yang menimba ilmu di jepang

“Saya mengambil sampel pasien, dan hidupkan di lab. Saya mempelajari sel yang individualistic. Kita mengalami kesulitan resistensi terapi. Kemudian saya belajar stem cell. Kita selama ini mikirnya stem cell luar biasa, ternyata itu masih ilmu kecil biologis,” ungkap Faried.

Dikemukakan, sekarang kita masuk ke hIPSCs. Menjadi dokter harus serba bisa. Lalu disebutkan da seven star docter: yaitu Care provider, Decision maker, Communicator, Community, Manager, Researcher, dan terakhir Faithful piety.

Dari Hulu ke Hilir

Ketua Dokter Alumni Smandel, dr. Herry Sp. Mengatakan, kegiatan ini cukup penting karena mengupas tuntas hal-hal yang sangat penting mengenai pendidikan kedokteran dari hulu sampai hilir. Jadi kita mulai dari formasi masa persiapan SMA dari almamater SMAN8 Jakarta, kemudian di bangku kuliah yakni FK UI sebagai universitas terkemuka di Indonesia.

Pembicara dari alumni yang memiliki keunikan masing-masing dibidangnya, sekaligus sebagai praktisi dan pengajar yang menjalankan pengabdian sebagai dokter dilapangan, kemudian dilengkapi dengan kebijakan kemkes tentang tenaga Kesehatan khususnya dokter dalam upaya meningkatkan kesejahteraan kesehatan rakyat Indonesia oleh ibu Dirjen Nakes.

Sebagaian besar adalah alumni dari Smandel atau SMA Negeri 8 Jakarta. Ibu Dirjen alumni 83, Mas Yosi alumni 96, mas Farid 94, dan keluarga alumni, khususnya Putra prof Ari, dekan FK UI, adalah salah satu alumni Smandel Tahun 2022 dan sudah masuk talentscoting FK UI. Mudah-mudahan segera menjadi dokter dan ikut masuk dalam Dokter Alumni Smandel (DAS).

Mengenai sejarah DAS, diawali dengan inisiatif dari beberapa dokter alumni Smandel , dan juga ada beberapa non dokter di awal masa depan pandemi yang mereka berupaya secara gotong royong membantu teman sejawatnya alumni SMANDel yang berada di seluruh Indonesia, rumah sakit-rumah sakit, yang pada saat itu kekurangan APD, kekurangan alat kesehatan dan handsanitizer.

Tentang DAS, Herry mengatakan, perkumpulan yang diketuainya baru lahir sekitar enam bulan yang lalu yaitu 26-12-2021, diakhir tahun,
Sedangkan Kepala Sekolah SMAN 8 Jakarta, Rita Hastuti M.Pd mengungkapkan rasa bersyukur menyaksikan kelahiran dokter alumni SMANDel the di akhir Desember 2021, menyaksikan kiprahnya, dedikasinya bagi masyarakat, menjadikan momentum pandemi untuk semakin mengepakkan sayapnya, melebarkannya, bagi seluruh negeri.

“Para hadirin jika ditanya pada para peserta didik, kenapa masuk SMA 8 Jakarta? Sebagian besar ingin menancapkan cita-citanya untuk menjadi dokter dan juga ahli dibidang sains maupun humaniora. Selama ini sinergi antara para peserta Didik, bapak ibu guru, orangtua dan alumni membuat atmosfir yang positif SMAN 8 Jakart, sehingga potensi peserta didik dapat berkembang secara optimal. Hampir setiap tahun separuh dari lulusan SMA 8 berangkat ke UI, seperempatnya ke ITB, selebihnya menyebar diberbagai perguruan tinggi baik di dalam negeri maupun di luar negeri,” papar Kepala Sekolah Rita Hastuti. (Pramuji) 

Related posts