Suara Karya

MAKI Ajukan Gugatan Praperadilan Penangan Kasus Kondensat TPPI-SKK Migas

JAKARTA (Suara Karya): Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mengajukan gugatan praperadilan terkait berlarut-larutnya kasus dugaan korupsi penjualan kondensat (minyak tanah) yang melibatkan PT Trans Pasific Petrochemical Indotama (TPPI) dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).

Demikian pernyataan Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, dalam keterangan tertulisnya, kepada suarakarya.co.id, Senin (17/9).

“MAKI telah mendaftarkan gugatan Praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dengan register perkara Nomor 19/Pin.Prap/2018/PN. Jkt. Pst. Gugatan ini, melawan lawan Kabareskrim dan Jaksa Agung atas berlarut-larutnya kasus korupsi Kondensat TPPI-SKK Migas,” ujar Boyamin.

Dia menyatakan, ada 11 materi gugatan yang diajukan. Yakni, 1: Bahwa Termohon I Kabareskrim dan Termohon II Jaksa Agung telah melakukan penanganan perkara terkait pengusutan kasus dugaan korupsi dan pencucian uang dalam penjualan kondensat bagian negara yang melibatkan SKK Migas dan PT Trans Pasific Petrochemical Indotama (TPPI) Dengan telah menetapkan tersangka Raden Priyono dan Djoko harsono.

2. berdasarkan kronologisnya perkara dugaan korupsi aquo adalah pada tahun 2009 SKK Migas menunjuk langsung penjualan kondensat bagian negara kepada PT TPPI. Proses tersebut tidak sesuai aturan keputusan BP Migas Nomor: KPTS-20/BP00000/2003-50 tentang Pedoman Tata Kerja Penunjukan Penjualan Minyak Mentah/Kondensat Bagian Negara.” katanya.

Kemudian, katanya, keputusan Kepala BP Migas Nomor: KPTS-24/BP00000/2003-S0 tentang Pembentukan Tim Penunjukan Penjualan Minyak Mentah Bagian Negara sehingga melanggar ketentuan Pasal 2 dan atau Pasal 3 Undang-undang No.31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU No.20/2001 tentang perubahan atas UU 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan atau Pasal 3 dan Pasal 6 UU No.15 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana diubah dengan UU No.25/2003.

3. Bahwa dugaan korupsi dan TPPU perkara aquo berdasar hasil perhitungan kerugian negara (PKN) yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), diketahui kerugian negara atas kasus tersebut sebesar US$ 2,7 miliar atau setara Rp 38 triliun.

4. Bahwa dugaan korupsi perkara aquo telah memenuhi unsur-unsur perbuatan sebagaimana dirumuskan tindak pidana korupsi dan TPPU serta telah memenuhi kecukupan alat bukti yaitu sudah terdapat minimal dua alat bukti dan terbukti berkas perkara sudah dinyatakan lengkap (P21) oleh Termohon II namun kemudian sampai saat ini belum dilakukan penyerahan tahap II (Tersangka dan barang bukti) dari Termohon I kepada Termohon II sehingga Keduanya tidak mampu menuntaskan penanganannya dan justru saling melempar tanggungjawab,” ujar Boyamin.

5. Bahwa dalam penanganan perkara korupsi aquo, Penyidik Termohon I terhadap Tersangka Raden Priyono dan Djoko Harsono dijadikan satu berkas dan telah dinyatakan lengkap oleh Termohon II, namun saat Termohon I akan menyerahkan Tahap II ( penyerahan tersangka dan barang bukti untuk berkas Tersangka Raden Priyono dan Djoko Harsono) namun ditolak oleh Termohon II dengan alasan tidak bersamaan dengan tersangka Honggo Wendratno yang berkasnya terpisah. Alasan Termohon II jelas mengada-ada, tidak bisa diterima oleh hukum dan undang-undang manapun.

6. Bahwa Termohon I telah melakukan kegiatan memanggil Tersangka Raden Priyono dan Djoko Harsono untuk dilakukan penyerahan tahap II namun ditolak oleh Termohon II sehingga Tersangka Raden Priyono dan Djoko Harsono disuruh pulang. Hal ini sungguh ironis dan pelanggaran HAM.

7. Bahwa Termohon I tidak melakukan kegiatan riel penyerahan tahap II (tersangka dan barang bukti) kepada Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Agung .

Termohon I tidak cukup mengirim surat akan melakukan penyerahan tahap II namun tidak disertai tindakan nyata membawa Tersangka dan barang bukti dibawa ke kantor Termohon II.

Dengan demikian Termohon I telah melakukan penghentian penyidikan materiel dan secara diam–diam karena dengan jelas Termohon I dan TERMOHON II telah melanggar Pasal 8 Ayat (3) huruf b KUHAP : “b. dalam hal penyidikan sudah dianggap selesai, penyidik menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum.“

8. Bahwa Termohon II telah melakukan tindakan menghalang-halangi Termohon I dengan cara hingga saat ini tidak menjawab surat penyerahan tahap II yang dikirimkan Termohon I sehingga dapat dikualifikasikan telah melakukan turut serta atau menyuruh melakukan Penghentian Penyidikan secara materiel;

9. Bahwa para Termohon dalam menangani perkara dugaan korupsi aquo tidak menjalankan amanah Peraturan internal yang semestinya mengikat terhadap para Termohon dalam bentuk Peraturan Kapolri untuk Termohon I, serta Peraturan Jaksa Agung untuk Termohon II dimana didalamnya mengatur Termohon II untuk menagih Termohon I untuk melakukan penyerahan tahap II jika perkara telah dinyatakan lengkap (P21);

10. Bahwa dikarenakan Termohon I telah menghentikan penyidikan perkara aquo secara tidak sah dan melawan hukum, maka TERMOHON I harus dihukum untuk melanjutkan pelimpahan Tahap II kepada Termohon II;

11. Bahwa dikarenakan Termohon II telah turut serta atau menyuruh lakukan menghentikan penyidikan perkara aquo secara tidak sah dan melawan hukum, maka Termohon II harus dihukum untuk menerima penyerahan Tahap II (tersangka dan barang bukti). (Gan)

Related posts