JAKARTA (Suara Karya): Permusyawaratan Antar Syarikat Travel Umrah dan Haji Indonesia (Patuhi) meminta Pemerintah Kerajaan Arab Saudi menunda dan mengevaluasi kebijakan yang memberlakukan aturan wajib perekaman biometrik dalam pengurusan visa umroh.
“Patuhi siap melobi Pemerintah Kerajaan Arab Saudi untuk menunda dan mengevaluasi pemberlakukan perekaman biomterik, yakni perekaman sidik jari dan retina mata, bagi jamaah umroh Indonesia,” kata Ketua Harian Patuhi, H Baluki Ahmad, melalui pernyataan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu (12/12/2018).
Menurut H Baliki Ahmad, diberlakukannya aturan perekaman biometrik mulai 17 Desember mendatang, membuat birokrasi semakin panjang dan dapat berdampak pada gagalnya pemberangkatan jemaah karena habisnya mofa (pengesahan visa umroh), sementara perekeman biometriknya belum dilaksanakan.
Karena itu, Delegasi Patuhi setelah mendapat rekomendasi dari Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, berangkat dari Jakarta ke Arab Saudi, pada Selasa (11/12/2018), untuk melobi Pemerintah Kerajaan Arab Saudi. Delegasi Patuhi terdiri dari para Ketua Harian yakni, H Baluki Ahmad, H Joko Asmoro, H Artha Hanif, H Magnatis Chaidir, Sekretaris Jenderal Muharom Ahmad, serta Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri H Ali Mohamad Amin.
Menurut H Baluki, agenda Delegasi Patuhi di Arab Saudi adalah, bertemu dengan Konsul RI di Jeddah, Kementerian Haji Arab Saudi dan Kementerian Kerajaan Arab Saudi, untuk memperjuangkan penundaan dan evaluasi kebijakan perekaman biometrik yang diberlakukan oleh Pemerintah Kerajaan Arab Saudi.
H Baluki menjelaskan, perekaman biometrik akan dilakukan oleh operator yang telah ditunjuk Pemerintah Kerajaan Arab Saudi yakni VFS Tasheel. Perusahaan ini pun telah mendirikan sejumlah kantor di Indonesia untuk melakukan perekaman biometrik bagi jemaah umroh Indonesia. Karena wilayah geografis Indonesia yang sangat luas dan kondisinya beragam sehingga jumlah kantor VFS Tasheel yang sangat terbatas menjadi tidak memadai dan bahkan menyulitkan calon jamaah umrah.
Dia mencontohkan, banyak calon jamaah umrah Indonesia yang berasal dari daerah pedalaman dan terpencil mengalami kesulitan hanya untuk melakukan perekaman biometrik saja. “Banyak juga masyarakat Indonesia yang tinggal di daerah pedalaman dan terpencil, sehingga untuk mencapai ibu kota kabupaten harus menempuh perjalanan sampai berhari-hari,” katanya.
Joko Asmoro menambahkan, faktor usia dan kondisi fisik calon jamaah umrah juga mempengaruhi. “Tidak semua calon jamaah umrah ini berusia muda dan berbadan sehat, sehingga aturan perekaman biometrik ini menjadi kendala yang sangat berat bagi calon jamaah Indonesia,” katanya.
Sebelumnya, ribuan calon jamaah umrah dan masyarakat yang menamakan diri Jamaah Umrah dan Masyarakat (Jumrat) melakukan aksi damai di depan Kedutaan Besar Arab Saudi di Jakarta, Kementerian Agama, dan Kementerian Luar Negeri. Agendanya adalah, meminta kepada Pemerintah Arab Saudi untuk membatalkan pemberlakukan kebijakan perekaman Biometrik oleh VFS Tasheel, karena dinilai memberatkan jamaah umroh Indonesia. (Agus Sunarto)