Suara Karya

Pelecehan Seksual di Sektor Pariwisata Religi jadi Sorotan UN Women dan UN Tourism

JAKARTA (Suara Karya): Pelecehan seksual di sektor pariwisata religi menjadi sorotan dalam webinar bertajuk ‘Ensuring Women’s Safety and Participation in Religious Tourism’ yang digelar UN Women dan UN Tourims.

Webinar yang dimoderatori dosen senior dari Griffith Business School, Department of Tourism, Sport & Hotel Management, Elaine Yang itu menjadi penting sebagai respons atas kasus pelecehan seksual di sektor pariwisata religi.

“Semoga upaya ini dapat mencegah terjadinya kasus pelecehan di sektor pariwisata religi. Karena pariwisata religi mencakup 26 persen dari total pariwisata global,” tutur Elaine Yang dalam seminar yang digelar pekan lalu.

Ditambahkan, kasus pelecehan seksual terhadap wanita, tak hanya terjadi pada wisatawan, tetapi juga pekerja di sektor pariwisata, atau anggota komunitas lokal.

“Masih banyak pekerjaan yang harus kita dilakukan dalam bentuk penelitian, kebijakan, dan praktik untuk mengatasi pelecehan seksual dan kekerasan terhadap perempuan di sektor pariwisata,” ujarnya.

Elaine ingin memastikan para pekerja dan komunitas lokal tersebut dapat merasakan manfaat ekonomi dari partisipasi mereka dalam dunia pariwisata dengan aman.

Acara dibuka dengan beberapa sambutan dari Deputy Executive Director for Normative Support, UN System Coordination and Programme Results, UN Women, Nyaradzayi Gumbonzvanda; dan Executive Director, UN Tourism, Zoritsa Urosevic.

Pembicara dalam webinar berasal dari bidang akademik, pemerintah, dan industri, yaitu dosen Program Pascasarjana Institut Pariwisata (IP) Trisakti, yang juga Adjunct Associate Professor James Cook University, Australia, Dr Hera Oktadiana, PhD, CHE; dan CEO NSA Tour Operator Paraguay dan Presiden International Federation of Women Tourism Business Executives, Rosanna Fustagno.

Selain itu ada jurubicara dan konselor Equality and Governance di Logroño City Council, Spanyol, Celia Sanz Ezquerro; serta antropolog agama dan pakar pariwisata dari Lebanon, Nour Farra Haddad.

Hera Oktadiana dalam pemaparannya menjelaskan, banyak tantangan yang dihadapi perempuan Muslim dalam bepergian, baik dari sisi mikro maupun makro.

Tantangan mikro meliputi Islamophobia, kekerasan seksual, keterbatasan finansial, serta kendala keluarga atau masyarakat, seperti persyaratan izin dari wali dan ekspektasi untuk mengurus pekerjaan rumah tangga.

Di tingkat makro, lanjut Hera, tantangan itu berasal dari norma sosial-agama dan praktik budaya, seperti peraturan pemerintah yang mengharuskan persetujuan suami untuk pengajuan paspor, masalah aplikasi visa, larangan perjalanan, dan rasisme.

Hera menekankan, pentingnya keselamatan wanita Muslim saat bepergian adalah tanggung jawab bersama. Laki-laki harus berperan aktif dalam mencegah pelecehan dengan meningkatkan kesadaran, menghormati, dan bertindak saat melihat sesuatu yang salah.

“Ini bukan hanya menghormati tempat suci; tetapi tentang menghormati orang-orang di tempat tersebut,” ungkap Hera.

Ia menambahkan, perempuan bukan hanya pelancong, tetapi juga penjaga budaya yang meneruskan tradisi dan nilai-nilai kepada generasi berikutnya. Mereka memainkan peran penting dalam perencanaan perjalanan dan memberi kontribusi signifikan pada perekonomian lokal.

“Karena itu, keselamatan dan kenyamanan mereka harus menjadi prioritas utama dalam pariwisata religi,” ucap Hera menandaskan. (Tri Wahyuni)

Related posts