Suara Karya

UNESCO dan Tanoto Foundation Gelar YAR-TSA, Pentingnya Berdayakan Pemuda!

JAKARTA (Suara Karya): Tanoto Foundation bersama UNESCO kembali menggelar Youth as Researchers-Tanoto Student Research Awards (YAR-TSRA), yang tahun lalu, sukses meluncurkan program inovatif dengan misi mengangkat suara pemuda melalui penelitian sosial yang berkontribusi pada pembuatan kebijakan.

YAR-TSRA atau Knowledge Summit tahun ini diadakan di Ganara FX Sudirman, Jakarta. Perhelatan itu menandai babak baru dalam memberdayakan pemuda untuk menghadapi tantangan masyarakat melalui solusi berbasis bukti (evidence-based solutions).

Kesuksesan pelaksanaan YAR-TSRA 2023 berdampak positif tahun ini. Jangkauan kepesertaan diperluas hingga melibatkan mahasiswa dari Pulau Sumatera. Total partisipan sebanyak 96 orang dari berbagai universitas di Indonesia.

Knowledge Summit juga memberi kesempatan kepada peneliti muda untuk mempresentasikan hasil riset mereka kepada pembuat kebijakan, akademisi, dan pemimpin sektor swasta.

Riset menggunakan pendekatan inovatif untuk menangani isu-isu sosial di Indonesia, dengan tema seperti kesehatan mental, aksi iklim, teknologi digital, dan pendidikan inklusif.

YAR-TSRA tak hanya melakukan inisiatif penelitian saja, melainkan platform transformatif untuk membekali pemuda Indonesia dengan keterampilan penting untuk menghadapi tantangan dunia nyata.

Melalui pelatihan, pendampingan, dan penelitian terarah, peserta diberdayakan untuk menyelidiki topik yang relevan secara personal maupun sosial, merancang metodologi yang solid, dan menganalisis data untuk menghasilkan rekomendasi yang bisa diterapkan.

Direktur dan Perwakilan UNESCO Regional Office Jakarta, Maki Katsuno-Hayashikawa mengatakan, UNESCO telah bekerja sama dengan ribuan pemuda di seluruh dunia melalui pembentukan dan dukungan terhadap inisiatif serta jaringan yang dipimpin oleh pemuda.

Kerja sama itu untuk memperkuat kapasitas pemuda, mendorong produksi pengetahuan, dan menciptakan ruang dialog antara pemuda, pembuat kebijakan, dan organisasi masyarakat sipil.

“Saat ini, kita menyaksikan bagaimana mereka menghasilkan penelitian berkualitas,” kata Maki dalam acara yang digelar pekan lalu.

Ia mencontohkan hasil riset mahasiswa, antara lain dampak pelaksanaan kebijakan pemerintah terkait aksi iklim di Kepulauan Seribu; teknologi digital untuk memetakan petualangan kuliner tersembunyi di Kota Makassar; serta strategi untuk mendorong pendidikan yang lebih inklusif bagi anak-anak di desa nelayan di Medan.

“Hal itu menjadi bukti nyata, pemuda dapat berkontribusi dan mendorong perubahan. Peserta YAR-TSRA merupakan bukti bahwa pemuda adalah pemimpin hari ini dan masa depan,” ucap Maki.

Head of Leadership Development & Scholarship, Tanoto Foundation, Michael Susanto di tempat yang sama mengatakan, saat ini makin banyak suara dan peran pemuda yang menjadi kunci untuk mendorong pembangunan berkelanjutan.

“Kesadaran generasi muda terhadap isu-isu global seperti pendidikan, inklusi sosial, dan ketahanan iklim terus berkembang,” katanya.

Tanoto Foundation, organisasi filantropi independen di bidang pendidikan yang didirikan Sukanto Tanoto dan Tinah Bingei Tanoto pada 1981, fokus pada pengembangan sumber daya manusia dari berbagai segmen termasuk pendidikan tinggi.

Pemerintah yang bekerja sama dengan perguruan tinggi dan sektor pembangunan dapat menciptakan platform sebagai landasan bagi mereka untuk menciptakan perubahan.

“Tanoto Foundation bersana UNESCO dan mitra universitas menghadirkan program Global Youth as Researchers sebagai model bagi pemuda di Indonesia, agar dapat pembelajaran langsung di lapangan serta menciptakan rekomendasi kebijakan untuk mengatasi kesenjangan di komunitas mereka,” tuturnya.

Harapannya, lebih banyak pemuda menyadari, mereka juga dapat menjadi agen perubahan dan berkontribusi dalam mendorong aksi-aksi lokal.

“Kami harap ke depan semakin banyak upaya kolaboratif yang diinisiasi untuk menghadirkan perspektif dan kreativitas pemuda ke dalam solusi pembangunan,” ucap Michael.

Salah satu peserta YAR-TSRA, Muhammad Nurfaiz Fahmi dari Universitas Hasanuddin mengaku senang menjadi bagian dari program bergengsi UNESCO Youth as Researchers Tanoto Student Research Awards.

Meski menghadapi berbagai tantangan, seperti tenggat waktu dan kendala teknis, Nurfaiz bangga atas ketahanan dan dedikasi kelompoknya. “Kami bersyukur suara kami sebagai peneliti muda didengar dan dihargai UNESCO dan Tanoto Foundation,” ucap Nurfaiz.

Knowledge Summit juga menyoroti penelitian yang dipimpin pemuda dalam 4 kategori, masing-masing menangani tantangan mendesak dan menawarkan solusi inovatif.

Pertama, peningkatan kesehatan mental. Pemuda secara langsung terpengaruh oleh pemahaman terkait kesehatan mental yang ada di masyarakat. Program YAR-TSRA menyediakan platform penting bagi mereka untuk berkontribusi pada perumusan kebijakan terkait isu itu.

Peserta YAR-TSRA secara kritis menerapkan perspektif ini pada konteks lokal dengan isu-isu kesehatan mental seperti depresi pasca melahirkan di Posyandu dan dinamika hubungan yang tidak sehat di kalangan remaja.

Semangat pemuda untuk menghilangkan stigma terlihat jelas dalam proyek penelitian YAR-TSRA, di mana mereka secara universal mendorong dukungan kesehatan mental yang lebih baik.

Kedua, masa depan digital yang setara. Transformasi digital yang cepat tidak hanya meningkatkan efisiensi dan menciptakan peluang baru, tetapi juga memperlebar kesenjangan.

Di Indonesia, literasi digital masih menjadi tantangan signifikan bagi komunitas marjinal, terutama bagi UMKM. Kelompok YAR-TSRA mengkaji celah ini dan mengusulkan solusi praktis untuk menciptakan ekosistem digital yang lebih inklusif di Indonesia.

Ketiga, pendidikan inklusif transformatif. Pendidikan adalah jalur kehidupan bagi komunitas yang terpinggirkan, namun ketidaksetaraan sistemik sering kali menghambat akses yang inklusif.

Melalui penelitian, peserta YAR-TSRA mengusulkan solusi kreatif untuk meningkatkan akses pendidikan di seluruh Nusantara.

Mereka menganalisis isu-isu sosial yang krusial, salah satunya meliputi penerapan pendidikan holistik untuk melibatkan siswa Papua yang terpinggirkan di Bogor.

Hasil kerja mereka menyoroti potensi transformatif pendidikan inklusif untuk memberdayakan komunitas yang kurang terlayani.

Keempat, solusi iklim inovatif. Perubahan iklim adalah ancaman nyata dan memengaruhi kehidupan dan mata pencaharian saat ini.

Salah satu isu paling krusial adalah mendorong penerapan solusi inovatif terhadap perubahan iklim. Mulai dari penggunaan residu biodigester sebagai pupuk di Jatinangor hingga penanganan emisi UMKM di Yogyakarta.

Penelitian tahun ini menekankan pentingnya solusi lokal dalam menghadapi tantangan global. Selain memberi wawasan praktis tentang praktik berkelanjutan yang melindungi komunitas sekaligus menjaga kelestarian planet.

Penelitian yang dipimpin pemuda sangat penting untuk menciptakan riset ilmiah yang inklusif, mencerminkan beragam perspektif dan pengalaman kaum muda.

Pendekatan ini juga menawarkan cara baru yang dapat membentuk kebijakan dan legislasi berbasis bukti, memastikan suara kaum muda didengar dalam proses pengambilan keputusan.

UNESCO dan Tanoto Foundation dengan bangga mengumumkan selesainya program YAR-TSRA tahun kedua di Indonesia, yang berhasil mengangkat suara pemuda Indonesia dalam penelitian dan pembuatan kebijakan. (Tri Wahyuni)

Related posts