JAKARTA (Suara Karya): Tiga mahasiswa Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Indonesia (DA FTUI) berhasil meraih juara 3 Buildner Student Award.
Mereka berhasil merancang ruang memorial sebagai media pembelajaran ketidakadilan sosial. Penerima penghargaan adalah Annasya Koesty Fadhillah, Gina Khairunnisa, dan Muhammad Rafli.
Annasya Koesty Fadhillah mengatakan, rancangan yang diberi nama DIALOGUE, membawa pengunjung merasakan pengalaman sebagai korban ketidakadilan sosial dan diharapkan akan meningkatkan empati pada para korban.
“DIALOGUE terinspirasi dari bentuk Scale of Justice yang kemudian diterapan pada rancangan ruang memorial dengan memanfaatkan konsep arsitektur kinetik yang memungkinkan struktur bangunan bergerak tanpa mempengaruhi keutuhan struktur bangunan secara keseluruhan,” kata Annasya di Jakarta, Rabu (12/4/2023).
Lebih lanjut dia menjelaskan, bahwa konsep desain DIALOGUE melalui pendekatan struktur arsitektur kinetik dan berbentuk modul yang berkelanjutan. Modul ini kemudian dapat diletakan di tempat-tempat kejadian kasus ketidakadilan sosial yang dapat muncul di mana saja.
“Dengan rancangan ini, kami berharap dapat mengedukasi masyarakat sekitarnya sebagai sarana ruang sosial untuk bertukar pikiran. Kami ingin dengan hadirnya ruang memorial DIALOGUE, kesadaran akan ketidakadilan sosial di masyarakat dapat terus meningkat,” kata Annasya.
Sementara itu, Guru Besar Arsitektur FTUI, Prof. Ir. Evawani Ellisa menyatakan, konsep desain DIALOGUE dibuat sebagai ruang memorial sekaligus media pendidikan. Menggunakan sensor deteksi manusia untuk mengubah dinding padat menjadi tembus cahaya yang membentuk suasana anonim, pengunjung diundang untuk berdialog satu sama lain dan berbagi pengalaman mereka sebagai korban ketidakadilan sosial tanpa khawatir
“Scale of Justice atau skala keadilan, merepresentasikan keadilan dan objektivitas tanpa bias ke salah satu sisi. Hal ini menginspirasi bentuk bangunan yang persegi panjang dengan sumbu ditengahnya. Jika dua orang memasuki struktur secara bersamaan dari dua sisi yang berbeda, akan ada ketidakseimbangan struktur,” ujarnya.
Menurutnya, hal ini melambangkan ketimpangan pada kasus-kasus ketidakadilan sosial. Struktur akan seimbang ketika pengunjung duduk bersama di area tengah. Ini melambangkan pertemuan dimana kedua pihak berbagi cerita untuk memahami perasaan masing-masing dengan menggunakan pendekatan prinsip bilik pengakuan dosa,” katanya. (Pram)