JAKARTA (Suara Karya): Stroke hingga kini masih menjadi ancaman serius di Indonesia. Penyakit itu tak hanya menjadi penyebab kematian nomor dua di dunia, tetapi juga penyebab utama kecacatan jangka panjang.
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Prof Dr dr Rakhmad Hidayat, SpN, Subsp. NIIOO(K), MARS, FINR, FINA menilai, perlunya Indonesia mengubah strategi penanganan stroke hiperakut agar korban jiwa dan angka kecacatan dapat ditekan.
“Teknologi sudah ada, seperti trombolisis dan trombektomi, tetapi belum banyak rumah sakit yang siap melakukannya,” ungkapnya.
Padahal, lanjut Prof Rakhmad, penanganan cepat dalam waktu emas, yaitu kurang dari enam jam sejak gejala muncul, dapat menyelamatkan banyak nyawa.
Prof Rakhmad dalam pidato pengukuhan guru besarnya di Aula IMERI FKUI, Sabtu (16/8/25) mengusulkan agar layanan stroke berbasis wilayah, bukan sekadar kebijakan pusat.
Ia menawarkan 7 strategi utama, salah satunya model ‘Kapal Induk’. Dalam skema itu, Indonesia dibagi dalam beberapa zona. Setiap zona memiliki rumah sakit rujukan utama (Kapal Induk) yang siaga 24 jam melakukan tindakan canggih seperti trombektomi.
Rumah sakit pendukung (Kapal Penyerta) bisa menangani tahap awal, termasuk trombolisis, sebelum pasien dirujuk ke pusat layanan utama.
“Transportasi cepat dengan ambulans, mobil stroke unit, hingga helikopter harus tersedia, terutama untuk daerah terpencil,” ucapnya.
Prof Rakhmad juga menekankan pentingnya pemetaan fasilitas dan kolaborasi antar rumah sakit. Semua rumah sakit dengan CT scan, baik negeri maupun swasta, wajib siap melakukan trombolisis.
Selain itu, ia mendorong penyesuaian tarif BPJS agar sesuai dengan biaya nyata tindakan stroke. “Kalau tarif realistis dan adil, rumah sakit swasta pun mau menyediakan layanan ini, seperti halnya pada tindakan jantung koroner (PCI),” katanya.
Menurut Prof Rakhmad, hal yang tidak kalah penting adalah edukasi masyarakat. Gejala stroke harus dikenali dengan cepat melalui metode FAST: face drooping (wajah mencong), arm weakness (tangan melemah), speech difficulty (bicara pelo), dan time to call (segera cari pertolongan).
“Penyelamatan nyawa bukan soal teknologi mahal, tetapi kecepatan dan pemerataan layanan. Edukasi bisa dilakukan lewat sekolah, desa, tokoh masyarakat, hingga media lokal,” tegasnya.
Lewat penelitian berjudul ‘Implementasi Optimalisasi Strategi Pelayanan Stroke Hiperakut Berbasis Wilayah sebagai Perwujudan Keadilan Sosial dalam Menekan Angka Kecacatan dan Kematian di Indonesia’, Prof Rakhmad resmi dikukuhkan sebagai Guru Besar Ilmu Neurologi FKUI.
Hadir dalam acara pengukuhan tersebut sejumlah tokoh, antara lain Sekjen Kementerian Komunikasi dan Digital RI Dr Ir Ismail, MT; Staf Khusus Menteri Kesehatan Prastuti Soewondo, SE, MPH, PhD; dan Komisaris PT Bank Syariah Indonesia Meidy Ferdiansyah.
Prof Rakhmad menutup pidatonya dengan ajakan kolaborasi lintas sektor. “Pemerintah, rumah sakit, tenaga medis, dan masyarakat harus bergerak bersama. Tidak boleh ada nyawa hilang hanya karena jarak atau keterbatasan fasilitas,” ucapnya menandaskan. (Tri Wahyuni)

